Select Menu

Kontroversi

Islam

Keluarga

Info

Pengetahuan

Motivasi

LIMA MENIT SAJA

Perampok ini Masuk Islam Setelah Merampok Toko Muslim Amerika


Ini kisah nyata dan terjadi di Amerika. Seorang pemilik toko yang sedang menjaga tokonya masuk dalam tajuk utama pemberitaan di berbagai media masa dan elektronik setelah pertemuan tidak terduga dengan seorang perampok yang bersenjatakan pemukul baseball masuk ke tokonya. Uniknya, dalam kejadian tersebut sang perampok kemudian akhirnya masuk Islam ditangan si pemilik toko tersebut.

Muhammad Sohail, 47, kala itu tengah bersiap untuk menutup tokonya tepat pada tengah malam ketika tiba-tiba – “terlihat dalam kamera CCTV/pengawas” – ada seorang pria yang datang menghampirinya dengan membawa tongkat pemukul baseball dan meminta Sohail untuk menyerahkan sejumlah uang.

Tidak mau tunduk kepada penjahat tersebut, Sohail langsung meraih senapan shotgun yang diletakkan dibawah laci kasir tokonya. Merasa kalah dalam hal senjata, pria bertopeng tersebut langsung kehilangan nyali, seketika itu dia menjatuhkan tongkat pemukulnya ke tanah dan berlutut memohon ampun sambil menangis.

Perampok tersebut mengatakan bahwa dia terpaksa merampok untuk memenuhi kebutuhan keluarganya yang tengah kelaparan.

“Tolong jangan panggil polisi, jangan tembak saya. Saya tidak punya uang, saya tidak punya makanan di rumah saya,” tutur Sohail menirukan kata-kata perampok tersebut. “Dia menangis tersedu-sedu seperti seorang bayi kecil,” tambah Sohail.

Tidak seperti kebanyakan warga kulit putih AS lainnya yang langsung memanggil polisi jika berada dalam situasi yang seperti itu, sang pemilik toko justru membuka dompetnya lalu mengulurkan uang tunai sebanyak $40 berikut sebungkus roti, namun dengan satu syarat, pria tersebut harus berhenti sama sekali tidak pernah lagi akan merampok.

Seraya memberikan uang Suhail berkata, “Pulanglah.,kembalilah kepada keluargamu!. Terlihat saat menerima uang $40 tersebut, sang perampok tampak sangat terkesima.” Perampok itu tertegun atas uang yang ia terima kemudian secara tidak terduga ia mengatakan kepada Suhail bahwa dia ingin menjadi seorang Muslim seperti Suhail.

Suhail dengan disertai rasa takjub kembali berkata, “Apakah kamu serius dengan ucapanmu itu?”

Sang perampok dengan yakin menjawab, “Ya. Saya ingin menjadi muslim sepertimu..!”

Sohail menuturkan bahwa dirinya kemudian meminta perampok tersebut untuk ikut mengucapkan dua kalimat syahadat seperti yang dia ucapkan sembari mengangkat sebelah tangannya, kemudian keadaan tersebut diakhiri dengan berjabatan tangannya sang perampok dan pemilik toko yang akan dirampoknya.

Kemudian Suhail berkata. “Tunggulah di sini sebentar, saya akan ke belakang mencarikan sesuatu untuk anda mungkin terdapat susu di belakang yang juga bisa anda bawa pulang.” Namun ketika Sohail kembali, sang perampok sudah meninggalkan toko.

3132974943 300x194 Perampok ini Masuk Islam Setelah Merampok Toko Muslim AmerikaSetelah beberapa bulan kemudian, sang Rampok mengirim surat kepada Suhail dan di dalam surat berisi uang 40 Dollar dengan maksud mengembalikan uang yang telah diberikan Suhail sewaktu dirampoknya.

Isi judul surat itu menyebut “Your Change My Life”, Maksudnya bahwa Suhail telah mengubah hidup sang Perampok. Walau pada kenyataannya, Suhail tak pernah tahu dan mengenal siapa pria yang telah merampoknya itu.

Di akhir Surat, Sang mantan rampok itu mengakhiri coretan suratnya dengan “by Your Muslim Brothers” (dari Saudara Semuslim Anda), sang mantan perampok benar telah menjadi Muslim. Subhanallah…

Source : atjehcyber.net

Jurus Handal Menebas Malas

Sosok yang dinamis, aktif, produktif, tangguh, semangat, ceria, tangkas, gesit, gagah, bersih, kuat, sepertinya pas banget ya buat ngegambarin karakter pribadi seorang muslim. Kebalikannya adalah stagnan, malas, cemberut, pasif, lemot, letoy, kucel,  lemah. Duuh, sayang banget kayaknya kalau karakter yang kedua ini malah lebih dominan ada dalam diri kita.

Dunia kita adalah dunia penuh karya. Kalau lebih sering tersia-siakan dengan membiarkan sifat negatif terus-menerus menggerogoti produktifitas kita, alamat bakal terbenam dalam keterpurukan.

  
Memang sih, setiap kita dilahirkan pasti memiliki kekurangan di balik kelebihan yang berharga luar biasa. Tapi bukan berarti kita malah asyik bercengkerama dengan kekurangan diri yang semestinya diminimalisir kan? Bahkan saking asyiknya, sampai-sampai lupa dengan potensi kelebihan yang Allah anugerahkan kepada kita.

Enggak sedikit lho -yang sampai saat ini- seseorang bahkan belum menemukan apa potensi diri yang ia miliki. Padahal potensi itu pasti ada. Potensi yang sungguh sangat luar biasa berharganya. Lihat saja betapa banyak kaum yang menjerumuskan diri dalam kubangan narkoba, tawuran, dugem, rokok, hura-hura. Ya, itu saja yang setiap hari memenuhi kehidupan mereka. Sebab mereka sudah kecanduan dengan hal-hal yang demikian sehingga tidak mudah untuk ditinggalkan.

Awal dari keterpurukan tersebut bisa jadi bahkan sangat mungkin disebabkan oleh kemalasan yang diam-diam membujuk dan menguasai diri. Malas memulai, malas bangkit, malas bergerak, malas berusaha, malas berkorban, malas bertindak, malas ibadah, malas makan, malas minum, malas bersih-bersih, malas mandi, malas baca, malas nulis, malas belajar, malas mengendalikan hawa nafsu, malas senyum, malas olahraga, dan malas-malas yang lainnya. Banyak banget ternyata yah?

Tidak dipungkiri bahwa setiap kita mungkin pernah merasakan yang demikian. Berarti hal yang wajar dong? Ya memang wajar jika di suatu waktu kita dihinggapi oleh rasa malas, namun tidak larut di dalamnya dong. Yang enggak wajar tuh kalau terus menerus bermalas-malasan. Pemalas namanya. Rugi.

Nah, Sahabat. Yuk, kita cari tau tentang bagaimana caranya menebas rasa malas agar kita tidak terpuruk! Simak ya yang berikut ini.
Orang Penting

Benarkah hanya presiden, menteri, duta besar, insinyur, profesor, dosen, kepsek, dokter, pilot, dan profesi besar lainnya saja yang disebut sebagai orang penting? Cleaning service, office boy, pembantu rumah tangga, tukang sampah, pemulung, apakah mereka bukan orang penting? Bagaimana dengan diri kita yang belum punya profesi semacam itu?

Bagi orang cerdas, penting atau tidak pentingnya seseorang bukanlah ditilik dari tingkatan profesi semata. Sangat sempit cara berpikir yang hanya melihat seseorang dari sisi ini saja.

Lhah, apa sih hubungannya hal ini dengan mengusir rasa malas? Begini ceritanya.

Sadarilah, bahwa dirimu pun sesungguhnya adalah orang penting! Bagaimana tidak? Dahulu kala Allah memerintahkan kepada malaikat dan syaitan untuk tunduk bersimpuh sujud di hadapan manusia yakni Nabi Adam. Kita ini adalah keturunan Nabi Adam bukan? Kita dimuliakan oleh pencipta kita.

Dahulu kala juga Allah pernah mengabarkan kepada para malaikat bahwa Dia akan menciptakan khalifah di muka bumi. Siapa yang dimaksud? Ya kita ini. Manusia. Ternyata ya, kita dicipta di dunia untuk menjadi khalifah fil ardh. Keren nggak tuh?! Lantas apakah khalifah bukan orang penting?

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu berkata kepada malaikat “sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang Khalifah di muka bumi..” (QS. Al-Baqarah [2]:30).

Dari ayat tersebut terlihat bahwa manusia diberi kekuasaan untuk mengolah dan memakmurkan alam ini –dalam rangka beribadah kepada Allah—sehingga akan membedakannya dengan mahluk lain dalam kedudukan dan tanggung jawab. Konsekuensi dari kedudukan dan tanggung jawab tersebut , manusia akan diminta pertanggungjawaban atas segala amal yang dilakukannya dimuka bumi ini sebagai khalifah fil-ardh.

Dari Ibnu Umar RA. Berkata dari nabi SAW sabdanya : “ketahuilah ! Tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya..” (HR. Muttafaq Alaih).

Memimpin itu butuh ilmu, butuh kreatifitas, butuh bergerak, butuh keberanian. Nah, kalau kita meleburkan diri dalam lautan malas, bakal jadi pemimpin yang gimana tuh yak? Ilmu nggak punya, kratifitas minim, ongkang-ongkang melulu, pengecut. Wah, kebayang deh gimana menyebalkannya sosok pemimpin yang demikian. Mau jadi yang seperti ini? Oh, tentu tidak!

Padahal tuh, pada masanya nanti kita akan dimintai pertanggungjawaban atas tugas ini. Sudahkah kita menjadi pemimpin yang baik, yang adil, yang amanah? Minimal dalam memimpin diri sendiri. Lebih-lebih dalam memimpin orang lain, misal dalam organisasi, keluarga, atau lingkungan kita dengan segala sumber daya alamnya yang melimpah ruah.

Selain itu, kita juga diciptakan untuk menjadi abdi. Abdi bagi siapa? Bagi yang menciptakan kita, Sobat. Apakah sebagai abdi juga menjadi indikasi bahwa kita masih tetap orang penting?

“Dan tidaklah Aku ciptakan seluruh jin dan seluruh manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu“. (QS : Adz Dzariyat [51] :56).

Yang namanya abdi Allah berarti kita harus menjadikan seluruh hidup kita hanya untuk ibadah. Makan, minum, mandi, tidur, membaca buku, menulis, olahraga, tersenyum, menangis, belajar, bekerja, mencuci, dan aktivitas keseharian kita lainnya adalah ibadah sebagaimana sholat, puasa, zakat, dsb. Nah, kalau malas-malasan termasuk ibadah bukan yak? Jelas deh jawabannya. Lalu, apa hubungannya ibadah dengan orang penting? Dengan semangat ibadah pastinya kita akan disayang olehNya dong ya? Penting nggak tuh?? Wow, Penting Banget!! So, enggak ada orang penting yang pemalas bukan?
Mimpi Besar

Ingatlah, sahabat bahwa kita punya mimpi. Kita punya cita-cita. Kita punya harapan. Kita punya target. Kita ada bukan sekedar untuk menghabiskan nafas yang sudah dijatah masanya. Bukan sekedar melangkah tanpa arah, tanpa pegangan, tanpa tujuan. Kita terlahir untuk menjadi pemenang yang punya tujuan besar dan saat ini sedang kita perjuangkan. Kita bukan pengangguran yang waktu-waktunya habis untuk bersantai-santai dalam kemalasan.

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyr [59]:18-19)

Apa mimpimu, Sahabat? Pasti ada jawabannya kan? Lupa ya? Supaya enggak lupa, tulislah semua mimpi kita di atas kertas. Ya, mimpi besar! Mimpi yang bahkan tampak tidak mungkin terwujud di mata orang lain. Mimpi yang akan bernilai ibadah di hadapanNYA. Mimpi yang tidak semata bernilai duniawi, tapi  jauh melesat ke alam ukhrawi. Tak masalah apa kata mereka. Tulis sebanyak-banyaknya mimpi yang ingin kita gapai! Lalu perjuangkan satu per satu untuk meraihnya! Semuanya sangat mungkin untuk terwujud nyata. Insya Allah.

Jika hidup kita sudah jelas ke mana arah tujuannya maka optimisme, ikhtiar sempurna,  dan tawakkal harus menyatu dalam jiwa kita. Kalau ada malas yang hinggap, segera tebas dengan bayangan mimpi besar yang akan segera terwujud. Jangan sampai lenyap dilebur bisikan setan berupa godaan untuk menuruti rasa malas dan enggan. Jika tidak, maka bersiaplah untuk kalah sebelum bertanding, atau rugi selamanya. Dan setan pun akan terbahak-bahak mentertawakan kita. Akhirnya mimpi besar itu tinggalah sebagai tulisan yang tergeletak tanpa makna, tanpa suara, tanpa wujud nyata. Sayang sekali! Hanya disebabkan oleh m.a.l.a.s !!
 Sepasang Jiwa Lelah

Ketika balita mungkin kita sering ngompol, sering nangis, sering rewel, belum bisa makan sendiri, mesti dimandiin, sering minta gendong, minta jajan. Setelah agak besar kita disekolahin, dipenuhi kebutuhan sehari-hari, dibeliin buku, tas, sepatu, pakaian. Wah pokoknya banyak banget deh. Lalu kita sering membantah, membentak, marah, ngomel, nyuruh-nyuruh, menuntut ini itu, dan seabreg perlakuan lainnya. Padahal, mereka hingga kini terus memeras keringat, terus mendoakan, terus berkorban, meski dalam kelelahan yang sangat. Lelah yang mungkin tidak pernah mereka ingin tampakkan. Tapi lihatlah garis muka mereka yang tampak semakin jelas dan tua. Lelah dalam pikiran maupun raga. Siapakah mereka? Merekalah kedua orangtua yang telah merawat kita. Merekalah sepasang jiwa lelah itu.

“Allah telah menetapkan agar kalian tidak beribadah melainkan kepada-Nya; dan hendaklah kalian berbakti kepada kedua orang tua.” (Al-Israa : 23)

Jika keduanya masih ada saat ini, syukurilah dan bahagiakan mereka dengan do’a dan gemilangnya karya kita, sebelum terlambat. Jika salah satu atau keduanya telah tiada, tetap berbaktilah kepada mereka dengan menjalin hubungan baik dengan sahabat mereka ketika di dunia, juga dengan doa dan karya hebat sebagai bukti cinta pada mereka. Bisakah kerja besar ini diperoleh dengan terus memelihara rasa malas? Kasihan kedua raga renta itu jika sampai mereka merasa sia-sia memiliki anak yang tak punya sesuatu untuk diharapkan. Malang sekali sepasang jiwa lelah itu, jika pengorbanan mereka berpuluh tahun hanya berbalas sesuatu yang hampa mengecewakan.

“Maukah kalian kuberitahukan dosa besar yang terbesar?” Para Sahabat menjawab, “Tentu mau, wahai Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, dan durhaka terhadap orang tua.” Kemudian, sambil bersandar, beliau bersabda lagi, “..ucapan dusta, persaksian palsu..” Beliau terus meneruskan mengulang sabdanya itu, sampai kami (para Sahabat) berharap beliau segera terdiam. (Al-Bukhari dan Muslim)

Ayo bangkit, singkirkan malas, senyumkanlah mereka!
Tiga Pengawas

Ada dua makhluk, ada satu Dzat. Dua makhluk tersebut tidak pernah salah mencatat, tidak lalai melihat, tidak enggan untuk terus mendokumentasikan apapun gerak-gerik kita. Keduanya adalah malaikat pencatat amal yang selalu membuntuti kita saban hari. Rakib a.s dan Atid a.s. Pencatat amal baik dan amal buruk. Bersamaan dengan itu, ada satu Dzatyang tidak pernah pula tidak mengetahui apa yang telah, sedang, dan akan kita lakukan, yang tersembunyi dalam hati maupun yang terungkapkan. Dia lah Allah swt Yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui.

Dua malaikat dan satu Dzat yakni Allah Yang Esa. Merekalah tiga pengawas yang tak pernah lengah menilai kinerja kita. Kita lagi semangat, lagi malas, sedang berbuat baik, sedang bermaksiat, sedang berkata sesuatu dalam hati, semuanya ada dalam penilaian-Nya dan dicatat oleh dua malaikat yang super teliti. Iih, malu banget ya kalau kerja kita asal-asalan!

“(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lainnya duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” [QS. Qaaf: 17-18]

“…Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian” (QS an-Nisaa’:1).

Semuanya  tertulis, dan nanti akan diberikan laporan catatan itu kepada kita saat di padang mahsyar. Rona ceria penuh optimisme akan spontan  menghiasi wajah kita apabila ternyata buku catatan amal itu tersambut oleh tangan kanan kita. Dan kita akan bersiap menuju pintu syurga. Masya Allah, beruntung sekali.

Sementara, ada juga yang berwajah muram, sedih, dan super takut sebab buku catatan amal itu terlempar ke arah tangan kirinya atau balik punggungnya.  Inilah orang yang sangat merugi. Dunianya hanya digunakan untuk kesia-siaan alias bermalas-malasan, bukan untuk sibuk beraktivitas yang bermanfaat. Dan ia pun harus siap untuk terseret ke dalam lubang yang berisi kobaran api bergejolak, yakni neraka. Dahsyat banget ya! So, yuk kita tetap bersemangat dalam setiap aktivitas agar kita dapat nilai yang baik dari sang tiga pengawas. Singkirkan M-A-L-A-S!
Sosok Inspiratif

Orang-orang yang telah berhasil menikmati sukses kayaknya pas banget untuk jadi sosok inspiratif bagi kita. Siapa sih yang enggak pengen hidup dalam gemilang sukses? Agar kita nggak banyak bermalas-malasan, oke banget tuh kalau kita mau baca profil dan jejak hidup para insan sukses. Yakin banget deh, mereka bakal menginspirasi kita untuk segera berbenah diri dan berbuat lebih banyak lagi untuk hidup yang sesaat ini.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah” (QS Al-Ahzab [33]: 21).

“Kamu wajib mengikuti sunnahku dan sunnah sahabat Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku.” (HR. Ath-Thabrani)

Suksesnya mereka tentu tidak diraih dengan asal-asalan tanpa perjuangan. Setelah mengetahui jalan juang mereka dan cara mereka meraih kesuksesan kayaknya si rasa malas bakal lari terbirit-birit karena takut dan minder. Berikutnya kita akan melanjutkan meraih mimpi besar yang sudah kita tuliskan. Siap?? Pastiinyaa!
Estafet Kerja

Ketahuilah, Sahabat. Bahwa Allah sudah mengisyaratkan kita agar tidak menjadi pemalas. Dia memerintahkan kepada kita agar jika telah selesai pekerjaan yang satu maka kita harus bersegera melakukan pekerjaan yang lain dengan sungguh-sungguh.

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. (QS. Alam Nasyrah:7)

Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah; apabila kamu telah selesai mengerjakan urusan dunia maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan: Apabila telah selesai mengerjakan shalat berdo’alah.

Sebut saja estafet kerja. Jadi tidak ada alokasi waktu untuk menjatuhkan semangat dengan malas-malasan. Bukankah kita sudah memiliki jadwal harian yang mesti kita penuhi. Mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Mestinya semua punya waktu tersendiri untuk dilakukan. Tahu kan konsep kelembamam dalam fisika? Benda yang dalam keadaan diam cenderung malas untuk memulai geraknya. Begitu pun kita. Kalau sudah terjebak dalam diam tanpa aktivitas ya sudahlah, selanjutnya kita bakal malas memulai lagi dan memerlukan energi yang jauh lebih besar untuk membangkitkan semangat kita seperti semula. Lebih menyusahkan bukan?
Charger Diri

Namanya juga manusia kadang juga tetep aja ada yang namanya badmood. Enggak mau ngapa-ngapain. Kalau begini berarti kita dah lowbatt nih. Perlu dicharge, Sobat. Kemana yak nyolokinnya? Hal lain yang bisa menjadi charger diri untuk membangkitkan semangat dan membuang malas antara lain dengan:

    Memberi dan atau meminta nasehat.
    Relaksasi. Maksudnya, kita luangkan sejenak waktu untuk mengendorkan saraf-saraf kita yang tegang akibat aktivitas yang padat. Misal dengan berenang, membaca, berbaring sejenak sambil dzikir, atau hobi kita lainnya yang menyegarkan pikiran. Ingat, sejenak saja lho! Itu pun dengan pilihan aktivitas yang tepat.
    Berdo’a. Setiap do’a pasti akan ada jawabannya. Jadi jangan berhenti berdo’a agar dihilangkan sifat malas dan lemah dari diri kita.

“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

Mudah, kan?? Enggak percaya? Lakukan saja, dan kita akan dapati buktinya! Yakin bisa! salam sukses! insya Allah..
sumber : http://fimadani.com

Empat Pintu Masuk Maksiat Menuju Manusia

Empat Pintu Masuk Maksiat Menuju Manusia

Oleh : Al 'Alamah Ibnu Qayyim Al-Jauziah

Umumnya maksiat menyerang seorang hamba, melalui empat pintu yang telah disebutkan di atas.
Sekarang, marilah kita ikuti pembahasan tentang empat pintu tersebut, di bawah ini:

1-      Al Lahazhat (Pandangan Mata).
Lirikan adalah pelopor, atau "utusan" syahwat. Oleh karenanya, menjaga pandangan merupakan modal dalam usaha menjaga kemaluan. Maka barang siapa yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, niscaya dia akan menjerumuskan dirinya sendiri ke jurang kebinasaan.
Rasulullah r bersabda:

(( لاَ تُتْبِعْ النَّظْرَةَ النَّظْرَةَ، فَإِنَّمَا لَكَ الأُوْلَى وَلَيْسَتْ لَكَ الأُخْرَى ))

“Janganlah kamu ikuti pandangan (pertama) itu dengan pandangan (berikutnya). Pandangan (pertama) itu boleh, tapi tidak dengan pandangan selanjutnya.” (HR. At Turmudzi, hadits hasan gharib).

  Di dalam musnad Imam Ahmad, diriwayatkan dari Rasulullah r , beliau bersabda:

(( النَّظْرَةُ سَهْمٌ مَسْمُوْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ، فَمَنْ غَضَّ بَصَرَهُ عَنْ مَحَاسِنِ امْرَأَةٍ لله أَوْرَثَ الله قَلْبَهُ حَلاَوَةً إِلىَ يَوْمِ يَلْقَاهُ ))

“Pandangan itu adalah anak panah beracun milik iblis. Maka barang siapa yang memalingkan  pandangannya dari kecantikan seorang wanita, ikhlas karena Allah semata, maka Allah akan memberikan di hatinya kenikmatan hingga hari kiamat.”  (HR. Ahmad).

Beliau juga bersabda:

(( غُضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَاحْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ ))

“Palingkanlah pandangan kalian, dan jagalah kemaluan kalian.” (HR. At Thabrani dalam Al mu’jam al kabir).

Dalam hadits lain beliau bersabda:

(( إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوْسَ عَلىَ الطُّرُقَاتِ، قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ الله, مَجَالِسُنَا، مَا لَنَا بُدٌّ مِنْهَا. قَالَ: فَإِنْ كُنْتُمْ لاَ بُدَّ فَاعِلِيْنَ فَأَعْطُوْا الطَّرِيْقَ حَقَّهُ، قَالُوْا: وَمَا حَقَّهُ؟ قَالَ: غَضُّ البَصَرِ وَكَفُّ الأَذَى وَرَدُّ السَّلاَمِ ))

“Janganlah kalian duduk-duduk di (pinggir) jalan”, mereka berkata, “ya Rasulallah, tempat-tempat duduk kami pasti di pinggir jalan”, beliau bersabda, “Jika kalian memang harus melakukannya, maka berikan hak jalan”, mereka bertanya, “Apa hak jalan itu? beliau menjawab, “Memalingkan pandangan (dari hal-hal yang dilarang Allah, pent.), menyingkirkan gangguan, dan menjawab salam.” (HR. Muslim).

Pandangan adalah pangkal petaka yang menimpa manusia. Sebab, pandangan akan melahirkan lintasan dalam hati, kemudian  lintasan akan melahirkan pikiran, dan pikiran akan melahirkan syahwat, dan syahwat membangkitkan keinginan, kemudian keinginan itu menjadi kuat, dan berubah menjadi tekad yang bulat. Akhirnya apa yang tadinya melintas dalam pikiran menjadi kenyataan, dan itu pasti akan terjadi selama tidak ada yang menghalanginya.

Oleh karena itu, dikatakan oleh sebagian ahli hikmah bahwa “bersabar dalam menahan pandangan mata (bebannya) lebih ringan dibanding harus menanggung beban penderitaan yang ditimbulkannya.”

Seorang pujangga berperi:

كُلُّ الحَوَادِثِ مَبْـدَاهَا مِن النَّظَرِ

 وَمُعْظَمُ النَّارِ مِنْ مُسْتَصْغَرِ الشَّرَرِ

كَمْ نَظْرَةً بَلَغَتْ مِنْ قَلْبِ صَاحِبِها

 كَمَبْلَغِ السَّهْمِ بَيْنَ القَوْسِ وَالوَبَرِ

وَالعَبْدُ مَا دَامَ ذَا طَرَفٍ يُقَلِّبُـه

 فِيْ أَعْيُنِ الغَيْرِ مَوْقُوْفٌ عَلىَ الخَطَرِ

يَسُرّ مُقْلَتَـه مَا ضَرَّ مِهْجَتَـه

 لاَ مَرْحَبـًا بِسُرُوْرٍ عَادَ بِالضَّرَرِ

Setiap petaka bermula dari lirikan

laksana kobaran api berasal dari bunganya  yang kecil.

Betapa banyak lirikan menembus hati tuannya

seperti anak panah mengenai sasaran, melesat dari busur dan senarnya.

Seorang hamba, selama dia masih mempunyai kelopak mata yang mengedip orang lain

maka dia berada dalam keadaan yang mengkhawatirkan.

(Dia memandang hal-hal yang) menyenangkan matanya, tapi membahayakan jiwanya

maka janganlah kau sambut kesenangan yang membawa petaka.

Di antara bahaya pandangan

Pandangan yang dilepaskan begitu saja itu akan menimbulkan perasaan gundah, tidak tenang dan hati panas terasa disulut. Terkadang mata seorang hamba melihat sesuatu, yang dia tidak sanggup menahan diri, membendung keinginan, namun tak kuasa mewujudkan keinginannya, tentu jiwanya sangat tersiksa; dapat melihat namun tak kuasa menjamahnya.

Seorang penyair berkata:

وَكُنْتَ مَتَى أَرْسَلْتَ طَرْفَكَ رَائِدًا

 لَقَلْبُـكَ يَوْمًا أَتْعَبَـتْكَ المَنَاظِرُ

رَأَيْتَ الذِيْ لاَ كُلَّـهُ أَنْتَ قَادِرُ

 عَلَيْهِ وَلاَ عَنْ بَعْضِـهِ أَنْتَ صَابِرُ

Bila -suatu hari– engkau lepaskan pandangan matamu menuntun hatimu

niscaya apa yang dipandangnya akan melelahkan (menyiksa) dirimu sendiri.

 Engkau melihat sesuatu yang engkau tidak mampu mewujudkannya secara keseluruhan

dan engkau juga tak kuasa menahan diri untuk tidak melihat (walau hanya) sebagian saja.

Lebih jelasnya, maksud bait syair di atas: engkau akan melihat sesuatu yang engkau tidak sabar untuk tidak melihatnya walaupun sedikit, namun saat itu juga engkau tidak mampu untuk melihatnya sama sekali walaupun hanya sedikit.

Betapa banyak orang yang melepaskan pandangannya tanpa kendali, akhirnya dia binasa karena pandangan itu sendiri.

Seperti gubahan  seorang pujangga:

يَا نَاظِرًا مَا أَقْلَعَت لَحَظَاتُـه @ حَتَّى تَشَحَّطَ بَيْنَهُنَّ قَتِيْـلاً

Wahai orang yang suka melirik, matamu tak akan usai jelalatan

Hingga engkau jatuh bersimbah darah di antara lirikan matamu.

Ada untaian bait lain yang mengatakan:

مَلَّ السَّلاَمَةَ فَاغْتَدَتْ لَحَظَاتُـهُ @ وَقْفًا عَلَى طَلَلٍ يَظُنُّ جَمِيْلاً

مَا زَالَ يَتْبَـعُ إِثْرَه لَحَـظَاتِـه @ حَتَّى تَشَحَّطَ بَيْنَهُـنَّ قَتِيْلاً

Jemu sudah dia selamat, lalu ia biarkan matanya jelalat,

Berdiri di tempat tinggi menyaksikan segala yang diduganya indah.

Begitulah, dia terus larut, lirikan demi lirikan

hingga akhirnya jatuh bersimbah darah terbunuh di antara lirikan matanya.

Sungguh aneh, pandangan merupakan anak panah yang tidak pernah mengena sasaran yang dipandang, sementara anak panah itu benar-benar mengena hati orang yang memandang.

Ada untaian bait syair yang mengatakan:

يَا رَامِيًا سِهَامَ اللَّحَـظِ مُجْتَهِـدًا

 أَنْتَ الْقَتِيْـلُ بِمَا تَرْمِيْ فَلاَ تُصِبِ

وَبَاعِثَ الطَّرْفِ يَرْتَادُ الشِّفَاءَ لَـهُ

احْبِسْ رَسُوْلَكَ لاَ يَأْتِيْكَ بِالْعَطَبِ

Wahai orang yang sungguh-sungguh melepas anak panah lirikannya,

engkaulah sebenarnya yang terbunuh oleh anak panah yang engkau lepaskan, ia tidak mengenai sasaran yang engkau tuju.

Orang yang melepas pandangan akan kehilangan kesehatannya.

tahanlah pandanganmu, agar tidak mendatangkan petaka bagimu.

Suatu hal yang lebih mengherankan lagi, bahwa satu lirikan dapat melukai hati dan (dengan lirikan kedua) berarti dia menoreh luka baru di atas luka lama; namun ternyata perihnya luka-luka itu tak mencegahnya untuk kembali terus-menerus melukainya.

مَا زِلْتَ تُتْبِعُ نَظْـرَةً فِي نَظْـرَةٍ @ فِي إِثْرِ كُـلِّ مَلِيْحَـةٍ وَمَلِيْـحٍ

وَتَظُنُّ ذَاكَ دَوَاءَ جُرْحِكَ وَهْوَ فِي الـ@تَّحْقِيْقِ تَجْرِيْحٌ عَلىَ تَجْرِيْحٍ

فَذَبَحْتَ طَرْفَكَ بِاللِّحَاظِ وَبِالْبُكَاءِ @ فَالقَلْبُ مِنْكَ ذَبِيْـحٌ أَيُّ ذَبِيْحٍ

Kau senantiasa melirik satu demi satu,

menguntit (wanita) cantik dan (pria) tampan.

Kau kira dapat menawar luka (syahwat)mu,

Sesungguhnya engkau menoreh luka di atas luka.

Kau sembelih matamu dengan (pisau) lirikan dan tangisan,

 hatimu juga tersembelih sejadinya.

Oleh karena itu dikatakan, “sesungguhnya menahan pandangan mata lebih mudah dari pada menahan penyesalan berkepanjangan.”

2- Al Khatharat (Pikiran Yang Terlintas Di Hati).
Adapun “Al Khatharat” (pikiran yang terlintas di hati) maka urusannya lebih rumit. Di sinilah tempat bermulanya aktifitas, yang baik ataupun buruk. Dari sinilah lahirnya keinginan (untuk melakukan sesuatu) yang akhirnya berubah menjadi tekad yang bulat.

Maka siapa yang mampu mengendalikan pikiran-pikiran yang melintas di hatinya, niscaya dia akan mampu mengendalikan diri dan menundukkan hawa nafsunya. Dan orang yang tidak bisa mengendalikan pikiran-pikirannya, maka hawa nafsunya yang berbalik menguasainya. Dan barang siapa yang menganggap remeh pikiran-pikiran yang melintas di hatinya, maka ia akan diseret menuju diseret menuju kebinasaan secara paksa.

Pikiran-pikiran itu akan terus melintas di hati seseorang, sehingga akhirnya dia akan menjadi angan-angan tanpa makna (palsu).

            “Laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila

ia mendatanginya maka ia tidak mendapatkannya walau sedikitpun, dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisi-Nya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amalnya dengan cukup, dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An Nur: 39).

Orang yang paling nista cita-citanya dan paling hina jiwanya adalah orang yang merasa puas dengan angan-angan semu. Dia genggam angan-angan itu untuk dirinya dan dia pun merasa bangga dan senang dengannya. Padahal demi Allah, angan-angan itu adalah modal orang-orang yang pailit, dan barang dagangan para pengangguran serta merupakan makanan pokok jiwa yang hampa, yang bisa merasa puas dengan bayangan dalam hayalan, dan angan-angan palsu.

Seperti dikatakan oleh seorang penyair:

أَمَانِي مِنْ سُعْدَى رَوَّاء عَلَى الظَّمَا

 سَقَتْنَا بِهَا سُعْدَى عَلَى ظَمَـٍأ بَرْدًا

مُنَى إِنْ تَكُنْ حَقًّا تَكُنْ أَحْسَنَ الْمُنَى

وَإِلاَّ فَقَدْ عِشْنَا بِهَا زَمَنًا رَغَـدًا

Angan-angan mengenang su’da, melepas dahaga.

Dengan angan-angan itu Su’da menuangi kami air dingin di kala haus.

Angan-angan yang sekiranya menjadi kenyataan, tentu menjadi kebahagiaan,

kalaupun tidak, sungguh kami telah hidup senang beberapa waktu dalam angan-angan itu.

Angan-angan adalah sesuatu yang sangat berbahaya bagi manusia. Dia melahirkan sikap ketidak-berdayaan sekaligus kemalasan, dan melahirkan sikap lalai, penderitaan dan penyesalan. Orang yang suka berkhayal saat tak kuasa menjamah realita –sebagai pelampiasannya, maka dia merubah gambaran realita yang dia inginkan ke dalam hatinya; dia mendekap dan memeluknya. Selanjutnya dia akan merasa puas dengan gambaran-gambaran palsu yang dikhayalkan oleh pikirannya.

Padahal itu semua, sedikitpun tidak berfaedah, seperti orang yang sedang lapar dan dahaga, membayangkan sedang makan dan minum, padahal dia tidak sedang makan dan minum.

Perasaan tenang dan puas dengan kondisi semacam ini dan berusaha untuk memperolehnya, menunjukkan kerendahan dan kedinaan jiwa seseorang, sebab kemuliaan jiwa seseorang, kebersihan, kesucian dan ketinggiannya dicapai, tidak lain adalah dengan cara menyingkirkan setiap khayalan yang jauh dari realita, dan dia tidak rela bila hal-hal tersebut sampai melintas di benaknya, serta dia juga tidak sudi hal itu terjadi pada dirinya.

Kemudian “khatharat” pikiran yang melintas di hati itu terbagi banyak macam, namun pada pokoknya ada empat:

1-      Pikiran yang mengarah untuk mencari keuntungan dunia / materi.

2-      Pikiran yang mengarah untuk mencegah kerugian dunia/ materi.

3-      Pikiran yang mengarah untuk mencari kemaslahatan akhirat.

4-      Pikiran yang mengarah untuk mencegah kerugian akhirat.

Semestinya, seorang hamba menjadikan pikiran-pikiran dan keinginannya hanya berkisar pada empat macam di atas. Bila semua bagian itu ada padanya, maka selagi mungkin dipadukan, hendaklah dia tidak mengabaikannya untuk yang lain. Kalau ternyata pikiran-pikiran yang datang itu banyak dan bertumpang tindih, maka hendaklah dia mendahulukan yang lebih penting, yang dikhawatirkan akan kehilangan kesempatan untuk itu, kemudian mengakhirkan yang tidak terlalu penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk itu.

Tinggallah sekarang dua bagian lagi, yaitu:

Pertama: yang penting dan tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.

Kedua: yang tidak penting, namun dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya.

Dua bagian ini sama-sama mempunyai alasan untuk didahulukan. Di sinilah lahir sikap ragu dan bimbang untuk memilih. Bila dia dahulukan yang penting, dia khawatir akan kehilangan kesempatan yang lain. Dan bila dia mendahulukan yang lain, dia akan kehilangan sesuatu yang penting. Begitulah terkadang seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak mungkin dipadukan menjadi satu, yang mana salah satunya tidak dapat dicapai kecuali dengan mengorbankan yang lain.

Di sinilah akal, bijak dan pengetahuan itu berperan. Di sini akan diketahui siapa orang yang tinggi, siapa orang yang sukses, dan siapa orang yang merugi. Kebanyakan orang yang mengagungkan akal dan pengetahuannya, akan anda lihat dia mengorbankan sesuatu yang penting dan tidak khawatir kehilangan kesempatan untuk itu, demi melakukan sesuatu yang tidak penting yang tidak dikhawatirkan kehilangan kesempatan untuk melakukannya. Dan anda tidak akan menemukan seorangpun yang selamat (dan terlepas) dari hal seperti itu. Hanya saja ada yang jarang dan ada pula yang sering menghadapinya.

Dan sebenarnya yang dapat dijadikan sebagai penentu pilihan dalam masalah ini adalah sebuah kaidah agung dan mendasar yang merupakan poros berputarnya aturan-aturan syar’iyyah dan kauniyah, dan juga pada kaidah inilah dikembalikan segala urusan. Kaidah itu adalah: mendahulukan kemaslahatan yang lebih besar dan lebih tinggi dalam dua pilihan yang ada – walaupun harus mengorbankan kemaslahatan yang lebih kecil – kemudian kaidah itu pula yang menyatakan bahwa kita memilih kemudharatan yang lebih ringan untuk mencegah terjadinya mudharat yang lebih besar.

Jadi, sebuah kemaslahatan akan dikorbankan dengan tujuan mendapatkan kemaslahatan yang lebih besar, begitu pula sebuah kemudharatan akan dilakukan dengan tujuan mencegah terjadinya kemudharatan yang lebih besar.

Pikiran-pikiran serta ide-ide orang yang berakal itu tidak akan keluar dari apa yang telah kita jelaskan di atas. Dan itu misi syariat atau aturan yang dibawa. Kemaslahatan dunia dan akhirat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut. Dan pikiran-pikiran serta ide-ide yang paling tinggi, paling mulia dan paling bermanfaat ialah yang bertujuan untuk Allah I dan kebahagiaan di alam akhirat nanti.

Kemudian pikiran yang bertujuan adalah untuk Allah ini bermacam macam:

Pertama: memikirkan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan dan berusaha untuk memahami maksud Allah dari ayat-ayat tersebut; dan memang untuk itulah Allah menurunkannya; tidak hanya sekedar untuk dibaca saja, tetapi membaca hanya sarana saja.

Sebagian ulama salaf mengatakan, “Allah menurunkan Al Qur’an untuk diamalkan, maka jadikanlah membaca Al Qur’an itu (sarana) untuk beramal.”

Kedua: memikirkan dan merenungi ayat- ayat atau tanda-tanda kebesaran-Nya yang dapat dilihat langsung; dan menjadikannya sebagai bukti akan asma` Allah, sifat-sifat, hikmah, kebaikan dan kemurahan-Nya. Dan Allah telah menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk merenungkan tanda-tanda kebesaran-Nya, memikirkan dan memahaminya; Allah menegur dan mencela orang yang melalaikannya.

Ketiga: memikirkan ni’mat, kebaikan dan berbagai karunia yang Dia limpahkan kepada seluruh makhluk-Nya, dan merenungi keluasan rahmat, ampunan dan kasih saying-Nya.

Tiga hal di atas dapat membangkitkan –di hati seorang hamba– ma’rifatullah (mengenal Allah), kecintaan serta perasaan cemas dan harap kepada-Nya. Dan bila tiga hal tadi senantiasa dilakukan, disertai dengan dzikir kepada Allah, maka hati seorang hamba akan diwarnai secara sempurna dengan ma’rifah dan cinta kepada-Nya.

Keempat: memikirkan aib, cela dan kelemahan yang ada pada jiwa dan amal perbuatan. Hal ini memberikan faedah yang sangat besar, pintu utama setiap kebajikan, ia berdampak mematahkan nafsu amarah (hawa nafsu yang selalu memerintahkan keburukkan). Bila nafsu amarah telah patah, tentu nafsu muthmainnah (jiwa yang tenang)lah yang akan hidup, bangkit dan menjadi penentu segala keputusan. Selanjutnya hati menjadi hidup dan kebijakannya didengar diseluruh penjuru, dia perintahkan para ajudan dan prajuritnya untuk melakukan hal yang membawa kemaslahatanya.

Kelima: memikirkan kewajiban terhadap waktu sekaligus bagaimana cara menggunakannya, serta menumpahkan seluruh perhatian guna pemanfaatan waktu. Seorang yang arif, adalah anak zaman, karena dia yakin, bila waktunya disia-siakan, berarti dia telah menyia-nyiakan seluruh kemaslahatannya. Sebab, seluruh kemaslahatan bertumpu pada waktu, bila diabaikan, dia tidak akan terulang kembali untuk selamanya.

Al Imam Asy Syafi’i berkata, “aku pernah berteman dengan orang-orang sufi dan aku tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari mereka kecuali dua kalimat saja:

Pertama:

الوَقْتُ سَيْفٌ، فَإِنْ قَطَعْتَهُ وَإِلاَّ قَطَعَكَ

“Waktu itu laksana pedang, bila engkau tidak (menggunakannya untuk) menebas, dialah yang akan menebas (leher)mu.”

Kedua:

وَنَفْسُكَ إِنْ لَمْ تُشْغِلْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ شَغلَتْكَ بِالبَاطِلِ

“Dan dirimu, bila tidak engkau sibukkan dengan kebenaran, maka dialah yang akan menyibukkanmu dengan kebathilan.”

Waktu yang dimiliki manusia, adalah umurnya yang hakiki. Waktu juga modal utama untuk kehidupan nan abadi dalam kenikmatan yang kekal, di lain sisi juga modal untuk kehidupan yang sengsara dalam azab yang pedih. Waktu berlalu lebih cepat dari pada awan berarak. Maka, barang siapa yang berhasil menjadikan waktunya untuk Allah dan bersama Allah, itulah kehidupan dan umurnya yang sejati. Dan waktu yang tidak digunakan untuk Allah tidaklah dihitung sebagai bagian dari kehidupannya, walaupun dia hidup tapi kehidupannya laksana kehidupan binatang ternak. Bila seseorang menghabiskan waktunya penuh dengan kelalaian, syahwat dan angan-angan hampa atau waktunya yang paling banyak digunakan untuk tidur dan leha-leha, maka bagi orang semacam ini "mati"  lebih baik dari pada hidup.

Bila seorang hamba –yang sedang melakukan shalat– tidak akan mendapatkan pahala shalatnya selain pada bagian shalat yang dia lakukan dengan khusyu`, begitu juga dengan umur, yang sesungguhnya adalah waktu yang dia habiskan untuk Allah dan bersama Allah.

Pikiran-pikiran yang tidak termasuk salah satu bagian di atas, dapat dikatagorikan sebagai was-was syaithaniyah (bisikan syaitan), angan-angan kosong atau halusinasi bohong, seperti pikiran-pikiran orang yang tidak waras, baik karena mabuk atau terbius, kesurupan dan lain sebagainya. Dimana ketika segala hakikat kenyataan itu tampak, kondisi mereka saat itu mengatakan:

إِنْ كَانَ مَنْزِلَتِيْ فِي الحَشْرِ عِنْدَكُم@مَا قَدْ لَقِيْتَ فَقَدْ ضَيَّعْتَ أَيَّامِيْ

أُمْنِيَةٌ ظَفَرَتْ نَفْسِيْ بِـهَا زَمَنـًا @ وَاليَوْم أحْسِبُهَا أَضْغَاثَ أَحْلاَمِ

 Bila kedudukanku, saat dikumpulkan bersama kalian,

seperti apa yang telah aku temui sendiri (sekarang ini), maka sungguh aku telah  menyia-nyiakan hari-hariku.

Angan-angan itu telah menguasai jiwaku dalam waktu lama,

dan hari ini, aku menganggapnya hanya sebagai kembang tidur.

Ketahuilah, sebenarnya pikiran-pikiran yang melintas itu tidaklah membahayakan, namun yang bahaya bila pikiran-pikiran itu sengaja didatangkan dan terjadi interaksi dengannya. Pikiran yang melintas laksana orang lewat di suatu jalan, bila anda tidak memanggilnya dan anda biarkan dia, maka dia akan berlalu meninggalkan anda. Namun bila anda memanggilnya, anda akan terpesona dengan percakapan, dan tipuannya. Tindakan ini akan terasa begitu ringan bagi jiwa yang kosong, penuh kebatilan, dan begitu berat dirasa oleh hati dan jiwa yang suci lagi tenang.

Allah I telah memasang dua macam nafsu pada diri manusia; nafsu amarah dan nafsu muthmainnah, yang kedua-duanya saling bertolak-belakang. Segala sesuatu yang terasa ringan oleh yang satu, maka akan terasa berat oleh yang lain.

Apa yang dirasa nikmat oleh yang satu, maka akan dirasa siksa oleh yang lain. Tak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu amarah melebihi perbuatan yang dilakukan karena Allah dan mendahulukan keridhaan-Nya dari pada hawa nafsu, padahal tidak  ada amal yang lebih bermanfaat baginya dari amal tersebut. Begitu pula, tidak ada sesuatu yang lebih berat bagi nafsu muthmainnah dari perbuatan yang bukan untuk Allah dan mengikuti kehendak hawa nafsu. Padahal tidak ada amal yang lebih berbahaya baginya dari amal tersebut.

Dalam hal ini, malaikat itu berada disamping kanan hati manusia, sementara syaitan disamping kirinya. Dan perseteruan antara keduanya tidak akan pernah berhenti hingga waktu yang ditentukan (oleh Allah) di dunia ini. Seluruh bentuk kebatilan akan berpihak kepada syaitan dan nafsu amarah, sementara semua macam kebenaran akan berpihak pada malaikat dan nafsu muthmainnah. Dalam perseteruan ini kalah dan menang datang silih-berganti. Dan kemenangan ada bersama kesabaran.

Maka barang siapa yang benar-benar  bersabar, berusaha keras dan bertakwa kepada Allah, niscaya baginya balasan yang baik, di dunia dan di akhirat nanti. Dan Allah telah menetapkan sebuah ketetapan yang tidak dapat dirubah selamanya, bahwa balasan baik untuk ketakwaan, dan pahala untuk mereka yang bertakwa.

Hati laksana papan ukiran, dan pikiran-pikiran itu bagaikan tulisan yang diukir di atasnya. Maka, sangat tidak pantas seorang yang berakal mengukir papannya hanya dengan dusta, tipu daya, angan-angan dan fatamorgana yang tidak ada realitanya, hikmah, ilmu dan hidayah tak mungkin dapat dipahatkan bersama ornament tersebut. Apabila hikmah, ilmu dan hidayah ingin dipahatkan pada papan hatinya, maka tak ubahnya seperti penulisan ilmu yang bermanfaat di sebuah lembaran yang sudah dipenuhi tulisan yang tidak berguna. Bila hati tidak dikosongkan dari pikiran-pikiran kotor, maka pikiran-pikiran positif yang bermanfaat tidak akan dapat menetap di dalamnya, karena memang, dia tidak dapat menghuni kecuali tempat yang kosong,

seperti yang diungkapkan oleh seorang penyair:

أَتَانِيْ هَوَاهَا قَبْلَ أَنْ أَعْرِفَ الهَوَى @ فَصَادَفَ قَلْبًا فَارِغًا فَتَمَكَّنَا

Cintanya telah memanahku sebelum aku mengenal cinta,

Panah asmaranya mengenai hati yang kosong, lalu bersarang.

Olah jiwa di atas banyak dilakukan oleh orang-orang tasawuf, mereka membangun kepribadian mereka dengan cara menjaga hati dari pikiran-pikiran yang melintas, mereka tidak memberikan kesempatan kepada pikiran-pikiran tersebut untuk masuk ke dalam hati, saat hati dalam keadaan kosong, maka dapat melakukan kasyaf  (menyingkap rahasia) dan menerima hakikat-hakikat yang bermakna tinggi di dalamnya.

Mereka itu  menjaga diri dari satu hal, tetapi membiarkan kehilangan banyak hal yang lain, sebab mereka mengosongkan hati dari lintasan-lintasan pikiran sehingga benar-benar kosong dari segala sesuatu, tidak ada apa-apa di dalamnya, maka syaitan memanfaatkan kondisi hati yang kosong ini, ia menabur benih kebatilan di hati tersebut dan menggambarkannya sebagai sesuatu yang paling tinggi dan paling mulia, syaitan meletakkan hal itu sebagai ganti dari jenis pikiran-pikiran yang merupakan bahan dasar ilmu pengetahuan dan hidayah.

Apabila hati itu sudah kosong dari berbagai macam pikiran, maka syaitan datang dan menemukan tempat yang kosong untuknya. Syaitan akan berusaha untuk mengisinya dengan hal-hal sesuai dengan kondisi pemilik hati tersebut. Bila syaitan tidak berhasil mengisinya dengan pikiran-pikiran nista maka ia mengisinya dengan keinginan melepaskan diri dari keinginan-keinginan – yang sebenarnya – tidak ada kebaikan dan kesuksesan bagi seorang hamba kecuali bila keinginan keinginan tersebut berhasil menguasai hatinya, yaitu: mengosongkannya dari keinginan untuk mengikuti perintah-perintah tersebut secara rinci untuk kemudian melaksanakannya di masyarakat, lalu berusaha menyampaikannya kepada orang-orang dengan harapan mereka juga mau melaksanakannya. Dalam hal ini, syaitan akan berusaha menyesatkan orang yang mempunyai keinginan demikian dengan mengajak untuk meninggalkan keinginan baik tersebut dan melepaskannya, tidak usah memikirkan dunia dan masyarakat di sekitar dengan alasan zuhud.

Syaitan akan membisikkan kepada mereka bahwa kesempurnaan itu dapat mereka capai dengan cara melepaskan diri dan mengosongkan hati dari semua hal itu. Sungguh amat jauh ungkapan tersebut dari kebenenaran, karena kesempurnaan itu hanya dapat diperoleh bila hati itu penuh terisi dengan keinginan dan pikiran yang baik, serta usaha untuk merealisasikannya. Maka, manusia yang paling sempurna adalah mereka yang paling banyak memiliki pikiran dan keinginan untuk tunduk kepada perintah Allah, mencari keridhaan-Nya. Sebagaimana manusia yang paling hina adalah mereka yang paling banyak memiliki keinginan dan pikiran untuk memenuhi hawa nafsunya dimana saja dia berada. Wallahul musta’an (dan Allah-lah tempat mohon pertolongan).

Lihatlah Umar bin Khathab t, pikirannya penuh dengan keinginan dalam mencari keridhaan Allah, barangkali dia dalam keadaan shalat, namun saat itu dia juga sedang mempersiapkan tentaranya (untuk jihad), dengan demikian dia telah memadukan antara jihad dan shalat, sehingga beberapa ibadah dipadukan dalam satu ibadah.

Ini adalah hal yang mulia dan agung, yang  tidak diketahui kecuali oleh mereka yang mempunyai keinginan yang benar-benar kuat, dan pandai mencari, luas ilmunya serta tinggi cita-citanya, dimana dia melaksanakan satu ibadah namun dia memperoleh pahala lebih dari satu ibadah, itulah karunia Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendakinya.

3 – Al Lafazhat (Ungkapan Kata-Kata).

Adapun tentang Al Lafazhat (ungkapan kata-kata), maka cara menjaganya adalah dengan mencegah keluarnya kata-kata atau ucapan yang tidak bermanfaat dari lidahnya. Dengan cara tidak berbicara kecuali dalam hal yang diharapkan bisa memberikan keuntungan dan tambahan agama. Bila ingin berbicara, hendaklah seseorang melihat dulu, apakah ada manfaat dan keuntungannya atau tidak? Bila tidak menguntungkan, tahan lidah agar tidak berbicara, dan bila diperkirakan ada keuntungannya, lihat lagi, apakah ada kata-kata yang lebih menguntungkan lagi dari kata-kata tersebut? Bila memang ada, maka janganlah sia-siakan.

Bila anda ingin mengetahui kondisi hati seseorang, maka lihatlah ucapan lidahnya, suka ataupun tidak suka, ucapan itu akan menjelaskan kepada anda apa yang ada dalam hati seseorang.

Yahya bin Mu’adz berkata, "hati itu laksana panci yang sedang menggodok isinya, dan lidah bagaikan gayungnya, maka perhatikanlah seseorang saat dia berbicara, sebab lidah orang itu sedang menciduk untukmu apa yang ada di dalam hatinya, manis atau asam, tawar atau asin, dan sebagainya. Ia menjelaskan kepada anda bagaimana “rasa” hatinya, melalui ucapan lidahnya, artinya: sebagaimana anda bisa mengetahui rasa apa yang ada dalam panci itu dengan cara mencicipi dengan lidah, maka begitu pula anda bisa mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang dari lidahnya, anda dapat merasakan apa yang ada dalam hatinya dengan lidahnya, sebagaimana anda juga mencicipi apa yang ada di dalam panci itu dengan lidah anda.

Dalam hadits Anas t yang marfu’, Nabi  r bersabda:

(( لاَ يَسْتَقِيْمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ قَلْبُهُ، وَلاَ يَسْتَقِيْمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيْمَ لِسَانُهُ ))

“Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga hatinya beristiqamah (lebih dahulu), dan hati dia tidak akan istiqamah sehingga lidahnya istiqamah (lebih dahulu).”

Nabi Muhammad r pernah ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan”. (HR. Turmudzi, dan ia berkata, hadits ini hasan shahih).

Sahabat Mu’adz bin Jabal t pernah bertanya kepada Nabi r tentang apa amal yang dapat memasukkannya ke dalam surga dan menjauhkannya dari api neraka? Lalu Nabi memberitahukan tentang pokok, tiang dan puncak yang paling tinggi dari amal tersebut, setelah itu beliau bersabda:

(( أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمِلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ؟ قَالَ: بَلىَ يَا رَسُوْلَ الله، فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ: كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا، فَقَالَ : وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُوْنَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ؟ فَقَالَ: ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ! وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسُ عَلَى وُجُوْهِهِمْ – أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ – إِلاَّ حَصَائِد أَلْسِنَتِهِمْ ))

“Bagaimana kalau aku beritahu pada kalian inti dari semua itu? dia berkata,"ya, wahai Rasulallah," lalu Nabi r memegang lidah beliau sendiri kemudian bersabda, “jagalah olehmu yang satu ini”, maka Mu’adz berkata,"adakah kita disiksa disebabkan apa yang kita ucapkan ?, beliau menjawab, “Duhai, malang nian engkau, wahai Mu’adz! Bukankah yang menyungkurkan banyak manusia di atas wajah mereka (ke Neraka) karena hasil (ucapan) lidah mereka?” (HR. Turmudzi, dan ia berkata,"hadits hasan shahih").

Dan yang paling mengherankan bahwa banyak orang yang merasa mudah menjaga dirinya dari makanan yang haram, perbuatan aniaya, zina, mencuri, minum-minuman keras serta melihat hal-hal yang diharamkan dan lain sebagainya, namun merasa kesulitan dalam mengawasi gerak lidahnya, sampai-sampai orang yang dikenal punya pemahaman agama, dikenal dengan kezuhudan dan kekhusyu’an ibadahnya, juga masih mengucapkan kata-kata yang dapat mengundang kemurkaan Allah I, tanpa dia sadari bahwa satu kata saja dari apa yang dia ucapkan dapat menjauhkannya (dari Allah dengan jarak) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat. Dan betapa banyak anda lihat orang yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan kotor dan aniaya, namun lidahnya tetap saja membicarakan aib orang-orang, baik yang sudah mati ataupun yang masih hidup, dan dia tidak memperdulikan ucapannya.

Untuk mengetahui hal itu, perhatikanlah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab shahihnya, dari Jundub bin Abdillah t, bahwa Rasulullah r bersabda:

(( قَالَ رَجُلٌ: وَالله لاَ يَغْفِرُ الله لِفُلاَنٍ، فَقَالَ الله U: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَّى عَلَيَّ أَنِّيْ لاَ أَغْفِرُ لِفُلاَنٍ؟ قَدْ غَفَرْتُ لَهُ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ ))

“Ada seorang laki laki yang mengatakan, "Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si Fulan itu", maka Allah berfirman,“Siapa orang yang bersumpah bahwa aku tidak akan mengampuni si Fulan? sungguh Aku telah mengampuninya dan menghapus amalmu.”

Lihatlah, hamba yang satu ini, dia telah beribadah kepada Allah dalam waktu yang cukup lama, namun satu kalimat yang diucapkannya telah menyebabkan semua amalnya terhapus.

Dan di dalam hadits Abu Hurairah t juga diriwayatkan kisah seperti ini, kemudian Abu Hurairah berkata,"Dia telah mengucapkan satu kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya".

Dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah t, Nabi Muhammad r bersabda:

(( إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ الله لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ الله بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ الله لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِيْ بِهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ. وَعِنْدَ مُسْلِمٍ: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِيْ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ المَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ))

“Sesungguhnya seorang hamba terkadang mengucapkan kata yang dicintai Allah, dia tidak menaruh perhatian terhadap kata tersebut, namun ternyata Allah berkenan meninggikannya beberapa derajat. Dan sesungguhnya seorang hamba terkadang mengucapkan satu kata yang dibenci Allah, dia tidak menaruh perhatian terhadap kata tersebut, namun ternyata dengan kata tersebut dia masuk ke dalam neraka Jahannam.” Dalam riwayat Muslim,“sesungguhnya seorang hamba itu mengucapkan satu kata yang tidak jelas  apa yang dikandungnya, ternyata kata tersebut  menjerumuskannya ke neraka (yang jaraknya) lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”

Dan dalam riwayat Turmudzi, dari Bilal bin Al Harits Al Muzani t dari Nabi Muhammad r , beliau bersabda:

((إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ الله مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، فَيَكْتُب الله لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ الله مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ، فَيَكْتُب الله لَهُ بِهَا سُخْطَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ ))

“Sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kata yang dicintai Allah, dia tidak menyangka (pahalanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata dengan kalimat itu Allah memberikan kepadanya keridhaan-Nya hingga hari dia berjumpa dengan-Nya kelak. Dan sesungguhnya seorang dari kalian terkadang mengucapkan satu kata yang dimurkai Allah, dia tidak menyangka (dosanya) sampai seperti apa yang dia dapatkan, namun ternyata Allah memurkainya sampai dia bertemu Allah kelak.” `Alqamah berkata,“betapa banyak ucapan yang tidak jadi aku katakan disebabkan oleh hadits yang diriwayatkan Bilal bin Al Harits ini.”

Dalam kitab Jami’ At Turmudzi, diriwayatkan dari Anas t, dia berkata,"ada seorang sahabat yang meniggal, lalu ada seorang laki-laki berkata,"berilah kabar gembira dengan surga", maka Nabi bersabda:

(( وَمَا يُدْرِيْكَ؟ فَلَعَلَّهُ تَكَلَّمَ فِيْمَا لاَ يَعْنِيْهِ، أَوْ بَخِلَ بِمَا لاَ يَنْقُصُهُ ))

“Dari mana kamu tahu? Barangkali dia pernah mengucapkan (kata) yang tidak ada gunanya atau dia pelit untuk (memberikan) sesuatu yang tidak mengurangi miliknya.” (Turmudzi berkata,“hadits ini hasan”).

Dalam lafadz hadits  yang lain disebutkan:

(( إِنَّ غُلاَمًا اسْتُشْهِدَ يَوْمَ أُحُدٍ، فَوَجَدَ عَلَى بَطْنِهِ صَخْرَةً مَرْبُوْطَةً مِنَ الجُوْعِ، فَمَسَحَتْ أُمُّهُ التُّرَابَ عَنْ وَجْهِهِ، وَقَالَتْ: هَنِيْئًا لَكَ يَا بُنَيَّ، لَكَ الْجَنَّةُ. فَقَالَ النَّبِيُّ r: وَمَا يُدْرِيْكِ؟ لَعَلَّهُ كَانَ يَتَكَلَّمُ فِيْمَا لاَ يَعْنِيْهِ وَيَمْنَعُ مَا لاَ يَضُرُّهُ ))

“Ada seorang anak yang mati syahid diperang Uhud, ditemukan di atas perutnya sebuah batu yang diikat untuk menahan lapar, kemudian ibunya mengusap debu yang ada di wajahnya, sambil berkata lirih, “berbahagialah engkau hai anakku, engkau akan mendapatkan surga”, maka Nabi Muhammad r bersabda, “Dari mana kamu tahu? barangkali dia pernah mengucapkan kata-kata yang tidak berguna baginya, dan enggan melakukan sesuatu yang tidak memudharatkannya .”

Dalam shahih Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah t, bahwa Rasulullah r bersabda:

( مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ))

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengatakan yang baik-baik atau diam.”

             Dan dalam lafadz hadits yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan:

(( مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِالله وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَإِذَا شَهِدَ أَمْرًا فَلْيَتَكَلَّمْ بِخَيْرٍ أَوْ لِيَسْكُتْ ))

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, bila ia menyaksikan suatu perkara maka hendaklah ia mengatakan yang baik baik atau diam.”

At Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Nabi Muhammad r, bahwa beliau bersabda:

(( مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمِرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيْهِ ))

“Termasuk (salah satu tanda) kebaikan Islam seseorang yaitu dia meninggalkan hal-hal yang tidak berguna baginya.”

                Diriwayatkan dari Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqafi, dia berkata:

((قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله قُلْ لِيْ فِي الإِسْلاَمِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أحَدًا بَعْدَكَ، قَالَ: قُلْ آمَنْتُ بِالله ثُمَّ اسْتَقِمْ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ الله مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ؟ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ثُمَّ قَالَ: هَذَا))

“Aku berkata, "Ya Rasulallah, katakanlah kepadaku dalam Islam suatu kalimat yang aku tidak akan menanyakannya kepada seorangpun setelah engkau," Nabi menjawab, “Katakanlah , aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah”, aku bertanya, "Ya Rasulallah, apa yang paling engkau khawatirkan terhadapku? Kemudian Nabi memegang lidah beliau sendiri lalu bersabda, “ini” (maksudnya lidah, pent). (HR. Turmudzi, dan ia berkata, "hadits ini shahih").
      Dan Ummu Habibah isteri Nabi r meriwayatkan dari Nabi r beliau bersabda:

(( كُلُّ كَلاَمِ ابْنِ آدَمَ عَلَيْهِ لاَ لَهُ، إِلاَّ أَمْرًا بِمَعْرُوْفٍ أَوْ نَهْيًا عَنْ مُنْكَرٍ أَوْ ذِكْرَ الله ))

“Semua ucapan anak Adam (manusia) itu akan merugikannya, tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan untuk amar ma’ruf (memerintahkan yang baik), atau nahi mungkar (mencegah perbuatan mungkar), atau dzikir kepada Allah I.” (Tirmidzi berkata,"derajat hadits ini hasan").

Dalam hadits yang lain disebutkan:

(( إِذَا أَصْبَحَ العَبْدُ فَإِنَّ الأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللَّسَانَ، تَقُوْلُ: اتَّقِ الله فِيْنَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ، فَإِذَا اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا، وَإِن اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا ))

“Bila seorang hamba berada di pagi hari, maka semua anggota tubuh memberikan peringatan kepada lidah dan berkata, "takutlah engkau kepada Allah, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu, bila kamu istiqamah kami akan istiqamah, dan bila kamu melenceng, kami terbawa serta.”

Sebagian ulama salaf menyesali dirinya, hanya karena mengucapkan, “hari ini panas dan hari ini dingin”, dan sebagian ulama juga ada yang tidur kemudian bermimpi dan dia ditanya tentang keadaannya, lalu dia menjawab, “aku tertahan oleh satu ucapan yang telah aku katakan, aku pernah mengatakan, “oh, betapa butuhnya orang-orang ini kepada hujan”, tiba-tiba ada yang berkata kepadaku, “dari mana kamu tahu itu? Akulah yang lebih tahu tentang kemaslahatan hamba-Ku.”

Seorang sahabat berkata kepada khadamnya, tolong ambilkan alas makan kita gunakan untuk bermain-main, lalu dia berkata, "Astaghfirullah, aku tidak pernah mengucapkan kata-kata kecuali aku pasti bisa mengendalikan dan mengekangnya, kecuali kata-kata yang tadi ku ucapkan, ia keluar dari lidahku tanpa kendali dan tanpa kekang.”

Anggota tubuh manusia yang paling mudah digerakkan adalah lidah, tapi dia juga yang paling berbahaya terhadap manusia…

Ada perbedaan pendapat antara ulama salaf dan khalaf dalam masalah, apakah semua yang diucapkan oleh manusia itu semua akan dicatat, ataukah ucapan yang baik dan yang jelek saja? Di sini ada dua pendapat, namun yang lebih kuat adalah yang pertama.

Sebagian ulama salaf mengatakan, “semua perkataan anak Adam akan merugikan dirinya dan tidak akan menguntungkannya, kecuali ucapan yang dikutip dari kalam Allah dan ucapan Rasul-Nya".

Abu Bakar As Shiddiq t pernah memegang lidahnya dan berkata, “inilah yang menjebakku ke dalam berbagai masalah,” ucapan itu adalah tawanan anda, bila ia sudah keluar dari mulut anda berarti andalah yang menjadi tawanannya. Allah selalu memperhatikan lidah setiap kali berbicara.

“Tidak suatu ucapanpun yang diucapkan kecuali ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”(QS. Qaaf: 18).

Bahaya lidah:

Pada lidah terdapat dua penyakit berbahaya. Bila seseorang bisa selamat dari salah satu penyakit maka dia tidak bisa lepas dari penyakit yang satunya lagi, yaitu penyakit berbicara dan penyakit diam. Dalam satu kondisi bisa jadi salah satu dari keduanya akan mengakibatkan dosa yang lebih besar dari yang lain.

Orang yang diam terhadap kebenaran adalah syaitan bisu, dia durhaka kepada Allah, serta bersikap riya’ dan munafik bila dia tidak khawatir  hal itu akan menimpa dirinya. Begitu pula orang yang berbicara tentang kebatilan adalah syaitan yang berbicara, dia durhaka kepada Allah. Kebanyakan orang sering keliru ketika berbicara dan ketika mengambil sikap diam. Mereka itu selalu berada di antara dua posisi ini.

Adapun orang orang yang ada di tengah tengah –yaitu mereka yang berada pada jalan yang lurus– sikapnya adalah menahan lidah mereka dari ucapan yang batil dan membiarkannya berbicara dalam hal hal yang dapat membawa manfaat untuk mereka di akhirat. Sehingga anda tidak akan melihat mereka mengucapkan kata-kata yang akan membahayakan mereka di akhirat nanti.

Sesungguhnya ada seorang hamba datang pada hari kiamat dengan pahala kebaikan sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya sendiri telah menghapus pahala tersebut. Dan ada pula yang datang dengan dosa-dosa sebesar gunung, namun dia dapati lidahnya telah menghapus itu semua dengan banyaknya dzikir kepada Allah, dan hal-hal yang berhubungan dengan-Nya.

4- Al Khuthuwat (Langkah Nyata Untuk Sebuah Perbuatan).

Adapun tentang Al Khuthuwat maka hal ini bisa dicegah dengan cara seorang hamba tidak menggerakkan kakinya kecuali untuk perbuatan yang bisa diharapkan mendatangkan pahala dari Allah I. Bila ternyata langkah kakinya itu tidak akan menambah pahala, maka menyurutkan langkah tersebut tentu lebih baik.

Dan sebenarnya bisa saja seseorang memperoleh pahala dari setiap perbuatan mubah (yang boleh dikerjakan dan boleh juga ditinggalkan, pent.)  yang dilakukannya dengan cara berniat untuk Allah I. Dengan demikian maka seluruh langkahnya akan bernilai ibadah.

Tergelincirnya seorang hamba dari perbuatan salah itu ada dua macam: tergelincirnya kaki dan tergelincirnya lidah. Oleh karena itu kedua macam ini disebutkan berurutan oleh Allah I dalam firman-Nya:

“Dan hamba-hamba Ar Rahman, yaitu mereka yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al Furqan: 63).

Di sisi lain, Allah menjelaskan bahwa sifat mereka itu adalah istiqamah dalam ucapan dan langkah-langkah mereka, sebagaimana Allah juga mensejajarkan antara pandangan dan lintasan pikiran, dalam firmanNya:

“Allah mengetahui khianat mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 19).

Semua hal yang kami sebutkan di atas adalah sebagai pendahuluan bagi penjelasan akan haramnya zina, dan kewajiban menjaga kemaluan.

Rasulullah r bersabda:

(( أَكْثَرُ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ النَّارَ الفَمُ وَالفَرْجُ ))

“Yang paling banyak memasukkan orang ke dalam neraka ialah lidah dan kemaluan.” (HR. Ahmad dan At Turmudzi, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam silsilah hadits shahih).

Dalam shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan, bahwa Nabi Muhammad r bersabda:

(( لاَ يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِإِحْدَى ثَلاَثٍ: الثيِّبِ الزَّانِي، وَالنَّفْسِ بِالنَّفْسِ، وَالتَّارِكِ لِدِيْنِهِ المُفَارِقِ لِجَمَاعَتِهِ ))

“Tidak halal darah seorang muslim (ditumpahkan) kecuali sebab tiga hal: orang yang (pernah menikah) melakukan zina, dibunuh (qishash) karena membunuh jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya (murtad) serta meninggalkan jamaah.”

Dalam hadits ini ada penyetaraan antara zina dengan kufur dan membunuh jiwa, persis seperti yang terdapat dalam ayat pada surat Al Furqan, juga seperti yang terdapat dalam hadits Ibnu Mas’ud. Allahu wa'lam
sumber : http://www.facebook.com/notes/saif-muhammad-al-amrin/empat-pintu-masuk-maksiat-menuju-manusia/10152014069960220

Kesederhanaan Pesan Presentasi

Idul Fitri kali ini terasa istimewa. Selain momentum yang berdekatan dengan peringatan kemerdekaan negeri kita. Bagi saya, mudik terasa makin bermakna, karena adanya sebuah khutbah. Adalah sebuah peristiwa yang patut saya syukuri, ketika menjadi pendengar dari sebuah ceramah yang memikat. Menjadi sangat menarik, karena pesan pentingnya yang sangat melekat. Seketika, saya pun meyakini, sang khotib telah menggunakan formula kemelekatan dalam berceramah. Entah, beliau benar-benar memahami formula yang saya maksud, atau tidak. Yang pasti, hadir dampak baik. Salah satunya, seperti yang istri saya utarakan, “Jamaah ibu-ibu merasa terharu, mendengarkan khutbah tadi.” “Gituya”, jawab saya.

Saya tidak akan menuliskan detail betapa fasih bacaan Quran sang penceramah. Saya juga tak hendak mengajak Anda ikut merasakan pesona ruhiyah dari beliau. Pun, saya tidak mengundang Anda -pembaca- menyimak satu demi satu kejernihan kalimat persuasif yang beliau lontarkan. Dari semua formula berbicara di depan publik yang melekat, sebagaimana juga yang berlaku pada khutbah, di sini saya kupas satu poin saja. Ini bertujuan, supaya siapa pun pembaca yang berkesempatan menjadi pembicara publik dapat memberi dampak baik bagi audien. Panduan terpenting dalam tulisan ini ialah kesederhanaan pesan.

Pusat dari keseluruhan khutbah beliau terletak pada satu pesan penting. Secara umum kita mengenali susunan ceramah: pembukaan, isi, dan penutup. Menariknya, itu semua beliau jahitkan di atas satu ide dasar. Memang, beliau mengajukan masalah di awal ceramah; lalu menyodorkan solusi yang berdampak positif sebagai isian di tengah ceramah; kemudian
menutup ceramah dengan mengajak hadirin gunakan solusi itu dalam keseharian. Tapi lagi-lagi, semua panorama itu beliau satukan dalam sebuah bingkai tunggal. Hasil akhirnya, benar-benar harmonis.

Kalau saja, Anda hadir dalam khutbah itu. Anda pun setujui saya, bahwa ada satu pesan yang paling melekat. Dan menurut saya inilah poin terpentingnya. Sampai saat ini pun saya masih mengingatnya dengan baik. Bagaimana beliau bercerita…

“Suatu waktu, ulama’ besar Hasan al-Bashri mendapat kunjungan dari tiga orang tamu. Tamu pertama, mengeluhkan keadaan di daerahnya yang sedang mengalami kekeringan. “Banyak baca istighfar!” jawab beliau. Tamu berikutnya, menyampaikan bahwa kondisi kebunnya subur tapi sayang tidak juga berbuah. Sekali lagi, “Beristighfarlah!” ujar beliau. Tamu terakhir menyatakan bahwa ia sudah berkeluarga bertahun-tahun, namun tak kunjung dikaruniai keturunan. Lagi-lagi, nasihat beliau “Beristigfarlah.”

Istighfar. Iya, benar. Inilah ide dasarnya. Inilah pesan terpentingnya. Inilah bingkai tunggal pembentuk khutbah beliau.

Selanjutnya, dengan mengacungkan ketiga jari kanannya. Khotib menjelaskan bahwa istighfar mengandung tiga makna. Pertama, kesediaan diri untuk mengevaluasi diri. Kedua, keberanian mengakui kesalahan/kelemahan diri lantas meminta ampunan. Ketiga, kesadaran diri untuk terus melakukan perbaikan.

Maka, jika pun sepulang sholat ‘Id, jamaah beraktivitas kembali di tempatnya masing-masing. Berinteraksi dengan sesama dan saudara dalam rangka silaturrahim. Ada kemungkinan, di tengah semua kegiatannya, ia mulai lupa atas khutbah ‘Idul Fitri. Tapi, saya percaya ia tidak akan sepenuhnya melupakan pesan pentingnya. Apa? Istighfar. Begitu ia dapati masalah, lebih mudah baginya segera beristighfar karena inti ceramah sudah melekat pada dirinya. Begitu ia jumpai kondisi yang tak sesuai dengan keinginan, beristighfar ialah pilihan terdekat yang dapat ia kerjakan. Begitu ia mendengar teman bicaranya bertanya, “Khotib tadi ngomong, apa?” Serta merta, Anda pun spontan ikut menjawab, “Istighfar!”

Terbukti pada paragraf sebelumnya, Anda juga bisa cepat mengingat ide dasar dari khutbah yang saya hadiri. Seperti yang saya inginkan untuk kebaikan hidup Anda. Ketika Anda nanti berkesempatan bicara di muka umum, entah untuk berpidato, presentasi, atau yang lainnya. Ingatlah untuk selalu mengingatkan diri sendiri, sebuah prinsip penting. Yaitu? “Istighfar”. Oh, bukan itu maksud saya. Tapi ini, kesederhanaan pesan. Gituya.

Tentukan satu pesan terpenting untuk Anda bagikan. Berfokuslah pada gagasan utama itu, kemudian mewarnainya dengan skema dan alur yang mudah dicerna. Seperti apa, skema dan alur bicara yang mudah dicerna? Tanya Anda penasaran. Saya akan sajikan jawabannya, di tulisan-tulisan berikutnya. Oleh karena itu, pastikan Anda terus membaca serial panduan ini.

Dengan membaca hingga akhir tulisan ini, pasti jadi lebih mudah bagi Anda mengenali sosok pembicara yang andal. Dan sebagai pelatih pembicara yang persuasif, semoga kehadiran tulisan ini memenuhi harapan saya. Semoga Anda makin mahir dalam menempelkan gagasan ke benak pendengar. Ketika bicara di depan publik, selalu ingatkan diri sendiri untuk gunakan satu prinsip penting ini: kesederhanaan pesan. Jika pun Anda kelupaan, mungkin itu saatnya Anda menerapkan pesan cerita di atas, “Beristighfar”.

Pesan sederhananya sungguh melekat, bukan?
sumber : http://fimadani.com

Puasa 6 hari Syawal

Bulan ramadhan telah berlalu, kewajiban menunaikan puasa sebulan penuh telah terlaksana berkat ijin Allah. hari kemenangan telah dirayakan bersama. ramadhan pergi, syawal datang. sepatutnya bukan hanya pada bulan ramadhan saja orang-orang ramai-ramai meningkatkan kualitas diri masing-masing. bulan syawal yang berarti peningkatan, sewajarnya peningkatan diri berlanjut pula pada bulan ini.

Setelah terbiasa makan berat 2 kali sehari yaitu ketika sahur dan berbuka, Allah menjadikan hari iedul fitri sebagai hari makan (diharamkan puasa). dan selanjutnya mensyariatkan puasa yang lain, yaitu puasa syawal. Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- bersabda :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَاكَ صِيَامُ الدَّهْرِ

Artinya : "Barang siapa yang (telah) berpuasa ramadhan kemudian melanjutkannya (dengan berpuasa) 6 hari dibulan syawal, maka seperti puasa satu tahun." (HR Muslim)

Rosulullah -sholallahu 'alaihi wasallam- menyebutkan bahwa orang yang berpuasa ramadhan kemudian melanjutkannya dengan berpuasa 6 hari dibulan syawal, maka seperti orang yang berpuasa satu tahun penuh.
- Tata Cara Puasa Syawal
Sunah puasa syawal adalah 6 hari, boleh dilakukan 6 hari berturut-turut atau berselang-seling. yang penting 6 hari tersebut dilakukan pada bulan syawal.
1 syawal (hari raya iedul fitri) kita diharamkan berpuasa, maka mulai tanggal 2 syawal kita disunahkan berpuasa 6 hari.

Sumber : http://www.artikelislami.com

Beda antar Cinta, Suka, dan Sayang


Dihadapan orang yang kau cintai,
Musim dingin berubah menjadi musim semi yang indah
Dihadapan orang yang kau sukai,
Musim dingin tetap saja musim dingin,hanya suasananya lebih undah sedikit

Dihadapan orang yang kau cintai
Jantungmu tiba-tiba berdebar lebih cepat
Dihadapan orang yang kau sukai,
Kau hanya merasa senang dan gembira saja.

Apabila engkau melihat kepada mata orang yang kau cintai,
Matamu berkaca-kaca
Apabila engkau melihat kepada mata orang yang kau sukai,
Engkau hanya tersenyum saja

Dihadapan orang yang kau cintai,
Kata-kata yang keluar berasal dari perasaan yang terdalam
Dihadapan orang yang kau sukai
Kata-kata hanya keluar dari pikiran saja.

Jika orang yang kau cintai menangis,engkaupun akan ikut menangis disisinya
Jika orang yang kau sukai menangis,engkau hanya menghibur saja.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata sedangkan rasa suka dimulai dari telinga.
Jadi jika kau mau berhenti menyukai seseorang,cukup dengan menutup telingga,
Tapi apabila kau mencoba menutup matamu dari orang yang kau cintai,cinta itu 
berubah menjadi tetesan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu 
yang cukup lama.
"Tetapi selain rasa suka dan rasa cinta… ada perasaan yang lebih mendalam,yaitu 
rasa saying…rasa yang tidak hilang secepat rasa cinta.Rasa yang tidak mudah 
berubah.
Perasaan yang dapat membuatmu berkorban untuk orang yang kamu sayangi.Mau 
menderita demi kebahagiaan orang yang kamu sayangi.Cinta ingin memiliki,tetapi 
sayang hanya ingin melihat orang yang disayanginya bahagia….walaupun harus 
kehilangan.

Untuk seseorang yang sedang jatuh cinta….......

17 Hal yang harus diingat


1. Jika sudah terjadi masalah, tdk harus dihindari (bingung), tapi HARUS DIHADAPI dengan tenang (dipikirkan jalan keluarnya) dan pasti selesai/ ada jalan keluarnya.

2. Menghadapi semua hal, tdk boleh berpikir negatif, seperti: "saya pasti tdk mampu", "saya tdk bisa", dan seterusnya. Tapi selalu berpikir positif, seperti: "saya bisa, pasti ada jalan keluarnya" dan lain lain.
3. Sudah dan senang semuanya tergantung pikiran saja!! ( Pikiran adalah pelopor!!). Jadi jaga pikiran kita baik - baik. Jangan pikir yang jelek/negatif. Selalu berpikir yang positif (baik).

4. Segala kesulitan/kesusahan akan berakhir. sebesar apapun masalahnya akan selesai juga dengan berjalannya waktu. Seperti pepatah mengatakan : TIDAK ADA PESTA YANG TIDAK BERAKHIR.

5. Orang yg sukses 85% ditentukan dari sikap/prilaku, 15% baru ditentukan ketrampilan. Jadi sikap kita dalam hidup ini sangat penting.

6. Segala sesuatu berubah (anicca). Kita tdk perlu susah. Misalnya : sekarang susahnya, selanjutnya pasti berubah menjadi senang. sekarang ada orang yang tdk senang pada kita, suatu saat nanti akan baik juga.

7. Hukum karma, berarti berbuat baik akan mendapat hasil baik dan sebaliknya, seperti tanam padi, pasti panen padi. Ingat!! Usahakan setiap saat selalu berbuat (tanam) kebaikan agar mendapatkan (panen) kebaikan. Jgn melakukan kejahatan. Dan jgn berharap mendapat balasan dari perbuatan baik kita!!!

8. Kesehatan asalah paling nomor satu (berhaga). Jaga kesehatan kita dengan olahraga, istirahat yang cukup dan jangan makan sembarangan.

9. Hidup ini penuh dengan masalah/persoalan/penderitaan. Jadi kita sdh tahu TIDAK MUNGKIN SELALU LANCAR/TENANG. Siapkan mental, tabah, sabar dan tenaga untuk menghadapinya. itulah kenyataan hidup yang harus dihadapi oleh setiap manusia.

10. Masa depan seseorang sangat tergantung pada sikap dan buku buku yang dibaca. Jadi membaca sangat penting dan menentukan masa depan seseorang.

11. Jangan membicarakan kejelekan orang lain, karena kita akan dinilai jelek 
oleh orang yg mendengarkannya.

12. Pergaulan sangat penting dan merupakan salah satu kunci sukses. Boleh bergaul dengan orang jahat maupun baik asal kita HARUS TAHU DIRI/JANGAN TERPENGARUH LINGKUNGAN. Lebih baik lagi apabila kita bisa menuntun yang jahat ke jalan yang benar.

13. Budi orang tua, tidak dapat dibayar dengan apapun juga. begitu juga dengan 
budi orang2 yang telah membantu kita.

14. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan. Jadi jangan minder dengan kekurangan kita. dan jangan iri dengan kelebihan orang. HARGAILAH DIRIMU APA ADANYA!!!\

15. JANGAN MEMPERTENTANGKAN (MEMPERDEBATKAN) hal hal kecil yang tdk berguna 
dengan siapapun juga.

16. Kunci sukses dlm hidup ini, selalu bersemangat, berusaha, disiplin, sabar, bekerja keras, rajin berdoa/sembahyang, banyak berbuat baik serta tdk blh berputus asa.

17. Jangan Menilai orang dari Harta(kekayaan), penampilan ataupun kondisi 
fisik. Semua orang itu SAMA!!!

Mencapai potensi hidup yang maksimal


Setiap orang mendambakan masa depan yang lebih baik ; kesuksesan dalam karir, 
rumah tangga dan hubungan sosial, namun seringkali kita terbentur oleh berbagai 
kendala. Dan kendala terbesar justru ada pada diri kita sendiri.
Melalui karyanya, Joel Osteen menantang kita untuk keluar dari pola pikir yang 
sempit dan mulai berpikir dengan paradigma yang baru.

Ada 7 langkah agar kita mencapai potensi hidup yang maksimal :

* Langkah pertama adalah perluas wawasan. Anda harus memandang kehidupan ini 
dengan mata iman, pandanglah dirimu sedang melesat ke level yang lebih tinggi.
Anda harus memiliki gambaran mental yang jelas tentang apa yang akan Anda raih.
Gambaran ini harus menjadi bagian dari dirimu, didalam benakmu, dalam percakapanmu,
meresap ke pikiran alam bawah sadarmu, dalam perbuatanmu dan dalam setiap 
aspek kehidupanmu.

* Langkah ke dua adalah mengembangkan gambar diri yang sehat. Itu artinya Anda harus
melandasi gambar dirimu diatas apa yang Tuhan katakan tentang Anda. 
Keberhasilanmu meraih tujuan sangat tergantung pada bagaimana Anda memandang 
dirimu sendiri dan apa yang Anda rasakan tentang dirimu. Sebab hal itu akan menentukan
tingkat kepercayaan diri Anda dalam bertindak. Fakta menyatakan bahwa Anda tidak akan
pernah melesat lebih tinggi dari apa yang Anda bayangkan mengenai dirimu sendiri

* Langkah ke tiga adalah temukan kekuatan dibalik pikiran dan perkataanmu. 
Target utama serangan musuh adalah pikiranmu. Ia tahu sekiranya ia 
berhasil mengendalikan dan memanipulasi apa yang Anda pikirkan, maka ia
akan berhasil mengendalikan dan memanipulasi seluruh kehidupanmu.
Pikiran menentukan prilaku, sikap dan gambar diri. Pikiran menentukan tujuan. 
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa menjaga pikiran.

* Langkah ke empat adalah lepaskan masa lalu, biarkanlah ia pergi...
Anda mungkin saja telah kehilangan segala yang tidak seorangpun patut mengalaminya 
dalam hidup ini. Jika Anda ingin hidup berkemenangan , Anda tidak boleh memakai
trauma masa lalu sebagai dalih untuk membuat pilihan-pilihan yang buruk saat ini.
Anda harus berani tidak menjadikan masa lalu sebagai alasan atas sikap burukmu
selama ini, atau membenarkan tindakanmu untuk tidak mengampuni seseorang. 

* Langkah ke lima adalah temukan kekuatan di dalam keadaan yang paling buruk sekalipun
Kita harus bersikap :" Saya boleh saja terjatuh beberapa kali dalam hidup ini, tetapi
tetapi saya tidak akan terus tinggal dibawah sana." Kita semua menghadapi
tantangan dalam hidup ini . KIta semua pasti mengalami hal-hal yang datang
menyerang kita. Kita boleh saja dijatuhkan dari luar, tetapi kunci untuk hidup
berkemenangan adalah belajar bagaimana untuk bangkit lagi dari dalam.


* Langkah ke enam adalah memberi dengan sukacita. Salah satu tantangan terbesar 
yang kita hadapi adalah godaan untuk hidup mementingkan diri sendiri. 
Sebab kita tahu bahwa Tuhan memang menginginkan yang terbaik buat kita,
Ia ingin kita makmur, menikmati kemurahanNya dan banyak lagi yang Ia sediakan buat kita, 
namun kadang kita lupa dan terjebak dalam prilaku mementingkan diri sendiri.
Sesungguhnya kita akan mengalami lebih banyak sukacita dari yang pernah dibayangkan
apabila kita mau berbagi hidup dengan orang lain.

* Langkah ke tujuh adalah memilih untuk berbahagia hari ini. Anda tidak harus menunggu
sampai semua persoalanmu terselesaikan. Anda tidak harus menunda kebahagiaan 
sampai Anda mencapai semua sasaranmu. Tuhan ingin Anda berbahagia apapun kondisimu,
sekarang juga !

( Dikutip dari : Mencapai potensi hidup yang maksimal by Joel Osteen)
sumber : http://artikel-motivasi.blogspot.com/

Doa Malaikat untuk Manusia

Pagi itu setelah subuh ada kajian rutin pagi yang merupakan rangkaian iktikaf yang saya ikuti. Materi yang disampaikan cukup menarik tentang Sholat Berjamaah, dijabarkan bagaimana pahala yang diperoleh ketika sholat berjamaah daripada sholat sendiri. Setiap orang yang berangkat ke Masjid akan melalui proses, mulai dari berwudhu, berjalan ke masjid, sholat sunat, berdzikir, menunggu iqomah. Di saat menunggu iqomah tersebut disampaikan bahwasanya Malaikat akan mendoakan manusia yang menunggu iqomah untuk sholat berjamaah. Doanya adalah sbb :
  1.     Malaikat akan mendoakan agar Allah mengasihani hamba-Nya tersebut
  2.     Malaikat akan mendoakan untuk meminta ampunan kepada hamba-Nya tersebut
  3.     Malaikat akan mendoakan agar taubat hamba-Nya tersebut diterima

Sungguh betapa mulianya perintah Sholat berjamaah di Masjid. Semoga dengan materi ini bisa memberikan evaluasi kepada diri pribadi dan juga pembaca untuk meningkatkan dalam hal sholat berjamaah karena memang sangat besar pahalanya. Berikut artikel tantang manusia yang mendapatkan doa malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, : "Sesiapa yang tidur dalam keadaan suci, malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa: "Ya Allah, ampunilah hamba-Mu si fulan kerana tidur dalam keadaan suci."
[Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah shalalahu'alihi wasalam bersabda : "Tidaklah salah seorang antara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali kalangan malaikat akan mendoakannya: 'Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia.'"
(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang yang berada di saf depan solat berjemaah.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, maksudnya: "Sesungguhnya Allah dan kalangan malaikat-Nya bershalawat ke atas (orang) yang berada pada saf depan."
[Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang yang menyambung saf pada shalat berjamaah (tidak membiarkan kekosongan di dalam saf).
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, maksudnya: "Sesungguhnya Allah dan kalangan malaikat selalu bershalawat kepada orang yang menyambung saf."
[Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Kalangan malaikat mengucapkan 'Aamiin' ketika seorang imam selesai membaca al-Fatihah.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda: "Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.
(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, :“Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia’”
."(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang yang melakukan shalat Subuh dan Asar secara berjamaah.
Rasulullah shalallahu'alaihi bersabda : "Kalangan malaikat berkumpul pada saat shalat Subuh lalu malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga Subuh) naik (ke langit) dan malaikat pada siang hari tetap tinggal.

"Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu solat Asar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat Ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal lalu Allah bertanya kepada mereka: "Bagaimana kalian meninggalkan hamba-Ku?"

Mereka menjawab: 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, ampunilah mereka pada hari kiamat.'
"(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa pengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, : "Doa seorang Muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa pengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, Malaikat itu berkata 'aamiin dan engkau pun mendapatkan apa yang ia dapatkan.'
"Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang yang membelanjakan harta (infak).
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, maksudnya: “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”
(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah shallallahu'alaihi wasalam bersabda maksudnya: "Sesungguhnya Allah dan kalangan Malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang sedang makan sahur.
"(Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk (melawat) orang sakit.
Rasulullah shalallahu'alaihi wasalam bersabda, maksudnya: "Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70,000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang hingga petang dan di waktu malam hingga Subuh."
(Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12.Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah Shalallahu'alaihi wasalam bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”
(Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)


Sumber:KUMPULAN HADITS BUKHARI & MUSLIM.

Wallahu'alam Bishawab..

(nurdin)

Tips