Tadi malam sy sempat keluar sebentar karena lapar, seperti biasa mampir di angkringan. Di sana tidak sepi ada sekitar 3 orang yang duduk di sana. Ada yang berbeda ternyata ada 2 orang yang buta yang sedang makan disana, terlihat akrab sekali dan ada satu tukang becak yang menunggu keduanya selesai makan dan naik becaknya. Setelah mereka berlalu saya iseng tanya ke penjual angkringan, siapa mereka? penjual angkringan menjawab : mereka adalah orang yang sering berada di perempatan lampu merah yang berpindah-pindah dengan diantar si tukang becak tadi. Dia memang sering menghitung hasil pendapatannya di perempatan2 di akngringan tersebut. Rata-rata mereka mendapatkan minimal Rp. 150.000 per hari kalau lagi sepi dari jam 6 sore sampai 9 malam. kalau rame bisa lebih. Jika dihitung-hitung sebulan bisa melebihi gaji seorang guru. Itu segelintir kisah yang saya temui tadi malam. Kalau yang menjadi pengemis adalah orang yang memang tidak bisa bekerja karena keterbatasan fisik tidak jadi masalah, akan tetapi saya banyak melihat para penemis dia sehat bugar dan kuat untuk bekerja, bahkan ada yang satu kampung memang profesinya sebagai pengemis dan rumah-rumah mereka sudah tingkat dua dan berkecukupan. Dari itu saya merenungkan, saat ini banyak orang yang engan dan malas bekerja tetapi mengandalkan belas kasihan orang lain karena lebih enak dan tidak capek tetapi hasil banyak. Bahkan di Jakarta seorang pengemis pendapatan bisa mencapai 15 juta per bulan. sungguh ironis....
Tidak ada komentar: