JAKARTA (VoA-Islam) – Selama isi ceramah itu bertujuan untuk menyadarkan umat, maka tak bisa dikatakan sebagai SARA. Bahkan sudah menjadi kewajiban pemimpin umat untuk memberikan nasihat dan menyampaikan yang haq. Ceramah baru dikatakan SARA, bila seorang mubaligh mencaci maki agama atau pihak yang bersangkutan. Lalu menyuruh orang lain untuk berbuat anarkis.
“Tidak ada yang salah, ketika mubaligh atau pendakwah mengatakan, pilihlah pemimpin yang seiman. Ini adalah dakwah, bukan kampanye hitam,” ujar KH. Hasyim kepada Voa-Islam di kantor ICIS, Jakarta.
Mantan Ketua Umum PBNU itu yakin, bukan hanya Rhoma Irama saja yang mendakwahkan soal kepemimpinan di masjid, Ahok pun ceramah di gereja-gereja tentang hal yang sama menurut keyakinan Kristianinya.
Ketika ditanya, apakah Panwaslu sudah tepat memanggil Rhoma Irama atas tuduhannya menebar SARA? “Itu terserah Panwaslu saja,” ujar kiai ringkas.
MUI Tidak Anggap SARA
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Amidhan menilai, apa yang dilakukan Raja Dangdut Rhoma Irama dalam ceramah agamanya beberapa waktu lalu, bukan sesuatu yang sifatnya SARA.
"Lihat dulu konteksnya. Rhoma Irama itu bicara di masjid, waktunya Ramadhan dan jamaahnya umat Islam. Jadi sah-sah saja," kata Amidhan di Jakarta, Selasa (7/8).
Kendati begitu, Amidhan menyerukan agar pihak-pihak yang berkompetisi pada Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua, untuk bersaing secara sehat dan tidak berkampanye dengan membawa unsur SARA. "Indonesia itu negara demokrasi, bukan negara Islam," tegas dia.
Menjelang Pemilukada DKI putaran kedua yang diselenggarakan 20 September tersebut, politisasi agama semakin sering digunakan. Pada Senin (6/8) penyanyi dangdut, Rhoma Irama, dipanggil Panwaslu terkait ceramah agama yang dinilai bermuatan SARA di Mesjid Al Isra Tanjung Duren, Jakarta Barat, Sabtu (28/7) kemarin.
Menanggapi ceramah H. Rhoma, Cagub DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, isu SARA yang saat ini diembuskan cukup mengkhawatirkan. Karena hal itu tidak sesuai dengan asas Pancasila dan UUD 1945. "Isu SARA tidak ada tempatnya di Indonesia. Saya sangat prihatin karena itu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," tukasnya.
Namun begitu, Fauzi juga meminta masyarakat tidak terpancing dengan isu yang bisa memecah kedamaian Jakarta. Masyarakat juga harus dapat membedakan siapa dan di mana tema SARA itu diembuskan. "Ya harus dibedakan apabila ada seorang penceramah yang memberi pengajaran di dalam rumah ibadahnya, itu hak dia asal sesuai dengan ajaran agamanya," tandas Fauzi. Desastian
sumber : www.voa-islam.com
“Tidak ada yang salah, ketika mubaligh atau pendakwah mengatakan, pilihlah pemimpin yang seiman. Ini adalah dakwah, bukan kampanye hitam,” ujar KH. Hasyim kepada Voa-Islam di kantor ICIS, Jakarta.
Mantan Ketua Umum PBNU itu yakin, bukan hanya Rhoma Irama saja yang mendakwahkan soal kepemimpinan di masjid, Ahok pun ceramah di gereja-gereja tentang hal yang sama menurut keyakinan Kristianinya.
Ketika ditanya, apakah Panwaslu sudah tepat memanggil Rhoma Irama atas tuduhannya menebar SARA? “Itu terserah Panwaslu saja,” ujar kiai ringkas.
MUI Tidak Anggap SARA
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Amidhan menilai, apa yang dilakukan Raja Dangdut Rhoma Irama dalam ceramah agamanya beberapa waktu lalu, bukan sesuatu yang sifatnya SARA.
"Lihat dulu konteksnya. Rhoma Irama itu bicara di masjid, waktunya Ramadhan dan jamaahnya umat Islam. Jadi sah-sah saja," kata Amidhan di Jakarta, Selasa (7/8).
Kendati begitu, Amidhan menyerukan agar pihak-pihak yang berkompetisi pada Pemilukada DKI Jakarta putaran kedua, untuk bersaing secara sehat dan tidak berkampanye dengan membawa unsur SARA. "Indonesia itu negara demokrasi, bukan negara Islam," tegas dia.
Menjelang Pemilukada DKI putaran kedua yang diselenggarakan 20 September tersebut, politisasi agama semakin sering digunakan. Pada Senin (6/8) penyanyi dangdut, Rhoma Irama, dipanggil Panwaslu terkait ceramah agama yang dinilai bermuatan SARA di Mesjid Al Isra Tanjung Duren, Jakarta Barat, Sabtu (28/7) kemarin.
Menanggapi ceramah H. Rhoma, Cagub DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, isu SARA yang saat ini diembuskan cukup mengkhawatirkan. Karena hal itu tidak sesuai dengan asas Pancasila dan UUD 1945. "Isu SARA tidak ada tempatnya di Indonesia. Saya sangat prihatin karena itu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945," tukasnya.
Namun begitu, Fauzi juga meminta masyarakat tidak terpancing dengan isu yang bisa memecah kedamaian Jakarta. Masyarakat juga harus dapat membedakan siapa dan di mana tema SARA itu diembuskan. "Ya harus dibedakan apabila ada seorang penceramah yang memberi pengajaran di dalam rumah ibadahnya, itu hak dia asal sesuai dengan ajaran agamanya," tandas Fauzi. Desastian
sumber : www.voa-islam.com
Tidak ada komentar: