Oleh: Alfin Mubarack
TIGA tahun yang lalu, Indonesia dikejutkan dengan sebuah hasil penelitian yang dilakukan oleh BKKBN, di manaseparuh dari perempuan lajang yang tinggal di kota-kota besar di Indonesia telah kehilangan keperawanannya dan mengaku pernah melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan, tidak sedikit yang hamil diluar nikah.
Lebih ironisnya, tak sedikit dari mereka yang berumur dibawah 17 tahun. Fakta menyedihkan ini telah mengancam kehidupan para remaja Indonesia di era globalisasi. Tidak bisa kita pungkiri bahwa penyebab utama terjadinya bencana moral bangsa ini adalah maraknya pergaulan bebas khususnya di kalangan remaja. Lalu, langkah preventif apakah yang dapat membendung serangan pergaulan bebas ini?
Menurut hasil survey KOMNAS Perlindungan Anak terhadap 4500 remaja di duabelas kota besar di Indonesia pada tahun empat tahun silam, menunjukkan bahwa 62,7 % remaja SMP/SMA sudah tidak perawan atau tidak perjaka lagi. Sungguh fakta yang sangat memprihatinkan. Dimana pada saat itu, kemajuan teknologi yang menjadi faktor utama terjerumusnya para remaja kedalam pergaulan bebas belum begitu maju jika dibandingkan dengan kemajuan teknologi di tahun 2013 ini.
Menurut Ely Risman Psi, selaku tim survey sekaligus ahli psikologi, mengemukakan bahwa perolehan angka prosentase yang sebenarnya pasti lebih besar dari apa yang telah terpublikasikan tersebut. Pasalnya, dari hasil penelitian di tahun 2007, banyak diantara pelaku yang pernah melakukan hubungan seks yang masih duduk dibangku SD kelas empat dan lima.
Sedangkan prosentase data yang terupdate saat ini, hanya menemukan separuh dari jumlah prosentase seluruhnya. Disamping itu, tidak semua objek survey tersebut akan berterus terang dan mengakui atas perbuatannya ketika diamati.
Sebelum kita mencari langkah preventif memcounter ancaman seks bebas ini, ada baiknya jika kita sedikit mempertajam indera penglihatan kita terhadap faktor-faktor yang memicu para remaja untuk menyelami dunia hitam pergaulan bebas.
Ada beberapa faktor utama, salah satunya yaitu kurangnya perhatian orangtua dalam mendidik anak. Sikap orangtua yang dibilang acuh tak acuh terhadap pergaulan anaknya, tentu sangat mempengaruhi keadaan psikis si anak. Sehingga suatu saat si anak tersebut akan mengalami suatu kondisi dimana perhatian orangtua pada saat itu adalah penentu jalan hidupnya.
Oleh karena itu, Kita dapat dengan mudah melihat perbedaan yang signifikan antara anak yang setiap harinya selalu mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya dengan anak yang jarang dan bahkan tidak pernah mendapatkan perhatian. Akibatnya, anak yang mendapat perhatian akan menghindar dari pergaulan yang tidak diinginkan oleh orangtuanya.
Sebaliknya, anak yang kurang mendapat perhatian akan merasa bebas dan tidak terkontrol dalam membatasi pergaulannya. Kondisi ini akan mendorongnya untuk melakukan hal-hal yang semestinya tidak ia lakukan, karena ia merasa bahwa kedua orangtuanya sudah tidak ingin tahu-menahu terhadap perbuatannya.
Melihat tren yang sedang marak di negeri kita ini dan bahkan di negara-negara berkembang atau negara maju sekalipun, seperti tren wanita bekerja di luar rumah meninggalkan anak.
Banyak dari kalangan wanita khususnya yang sudah berumah tangga menghabiskan waktu sehari-harinya untuk bekerja di luar rumah. Dengan kata lain, waktu untuk pekerjaan di luar rumah melebihi dari waktu pekerjaan yang ada di dalam rumah. Bahkan bagi yang tidak mempedulikan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga, memanfaatkan waktu luangnya di rumah hanya untuk beristirahat dan bersantai dengan alasan beratnya profesi pekerjaan yang harus ia emban di kantor kerjanya sehingga yang tersisa hanyalah setitik tenaga guna menyelesaikan pekerjaan ringan ketika sudah sampai di rumahnya.
Padahal, mendidik seorang anak tidak cukup hanya memberikannya nasihat saja, melainkan pengawasan juga sangat diperlukan.
Tak tergantikan
Sebenarnya, problematika wanita karier sudah tidak asing lagi didengar hingga saat ini.
Sudah tidak diragukan lagi bahwa kepentingan karier seorang ibu rumah tangga akan berbenturan dengan kewajiban utama yang ia pikul sebagai seorang ibu yang mendidik putra-putrinya.
Kontroversi ulama fikih hanya sebatas boleh dan tidaknya seorang wanita bekerja di luar rumahnya. Namun, bilamana pekerjaan tersebut menyebabkan kewajibannya sebagai seorang ibu dari anak atau istri seorang suami terabaikan, maka para ulama sepakat melarang hal ini.
Kita pun menyadari bahwa konsekuensi ini tidak lain demi kebaikan masa depan anak sebagai generasi penerus di era mendatang. Dan itulah amanat dan tanggung jawab utama yang harus ia emban. Sebab, tidak ada seorang pun yang dapat menggantikan peran seorang ibu dalam tugas besarnya ini.
Mengingat besarnya peran seorang ibu dalam mensukseskan masa depan anaknya guna membangun generasi penerus yang bermoral dan maju, maka seorang ibu hendaknya lebih memilih mendidik anak sendiri daripada ia harus menyelami dunia karier demi popularitas nama karena terbawa arus tren.
Seorang penyair yang bernama Hafidz Ibrahim, yang dikenal penyair sungai Nil berkata, �Ibu adalah madrasah, lembaga pendidikan. Jika Anda mempersiapkannya dengan baik, maka Anda telah mempersiapkan bangsa yang baik pokok pangkalnya.�
Bahkan seorang Thomas Alva Edison, penemu lampu listrik pertama di dunia, menjadi seorang yang jenius berkat jasa ibunya, Nancy Matthews Edison. Siapa yang sebelumnya menyangka bahwa bocah tuli yang bodoh sampai-sampai diminta keluar dari sekolah tempat ia belajar, akhirnya bisa menjadi seorang jenius yang berpengaruh besar di dunia? Jawabannya adalah ibunya! Jika di dunia Barat telah menyadari betapa besarnya peran ibu dalam menentukan sikap anaknya, maka dalam islam sendiri pun telah menjelaskan peran seorang ibu terhadap tanggung jawabnya lebih dari apa yang mereka gaungkan.
Seorang ibu yang pintar adalah ia yang mampu mengerti keadaan anaknya. Mendidik anak ada kalanya harus bersikap lembut, dan adakalanya pula harus bersikap tegas dan keras. Hal ini akan menjadi salah satu penguat benteng bagi anaknya agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan yang tidak baik dan terkesan bebas. Terkadang problem yang dialami oleh ibu-ibu zaman sekarang, yaitu ketidaktahuannya tentang perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi (IPTEK). Sehingga metode atau cara yang dipakai oleh sang ibu dalam mendidik anaknya yang hidup di zaman modern, adalah metode yang pernah dipakai oleh orangtua ibunya di zaman klasik.
Seorang ibu yang cerdas adalah ia yang tahu bagaimana cara paling efektif mengelola pergaulan anaknya. Tak salah lagi jika pendidikan seorang ibu merupakan akar kebangkitan sebuah keluarga dan bangsa.
Sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah bahwa wanita adalah tiang negara. Dengan pendidikan, seorang ibu mampu mengentaskan kebodohan dan melahirkan generasi baru yang berkualitas, dan bermoral tinggi.
Oleh sebab itu, seorang ibu sangat dianjurkan untuk mengenyam pendidikan yang tinggi, bukan berarti esensi dari pendidikan bagi seorang wanita hanyalah untuk 3M saja (masak, merias, melahirkan).
Ironis sekali jika pendidikan berhenti sampai disitu. Bukankah di telapak kaki seorang ibu surga itu ada? Jejaknya pun akan menuntun anak dan keluarganya ke surga.
Mulai dari langkah sederhana inilah, kita dapat meminimalisir prosentase angka remaja nakal yang terjerumus ke dalam kubangan hitam pergaulan bebas. Tentunya, hal ini sangat mudah bila diterapkan dan dilakukan oleh orang-orang yang benar-benar ingin merubah jalan hidupnya. Mulai dari diri sendiri, keluarga dekat, hingga orang-orang di luar rumah. Harapan kita, agar bangsa ini terhindar dari pengaruh negatif budaya luar yang sedikit demi sedikit telah merongrong pondasi moral bangsa ini. Semoga, kita senantiasa diberi kemudahan dalam memikul amanat besar sebagai penopang moral bangsa yang luhur ini, Amien.*
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Syariah Wal Qanun, Univ. Al Ahgaff, Tarim-Yemen
Red: Cholis Akbar
sumber : http://hidayatullah.com/read/28309/26/04/2013/ibu-rumah-tangga,-solusi-efektif-bendung-kenakalan-remaja.html
Tidak ada komentar: